Friday, 22 January 2016

bentuk kerjasama dalam islam

BENTUK-BENTUK KERJA SAMA DALAM ISLAM

MAKALAH

Kewirausahaan yang dibina oleh  Evi Sopiah, M.Ag.







 
















JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke-hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “BENTUK-BENTUK KERJA SAMA DALAM ISLAM”. Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewirausahaan.
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai sumber informasi yang kami cari dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................            i
DAFTAR ISI ...................................................................................            ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................            1
1.1  Rumusan Masalah.......................................................................            1
1.2  Tujuan Masalah..........................................................................            2

BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................            3
2.1 Musyarokah ................................................................................            3
2.2 Mudharabah ..............................................................................            6
2.3 Musaqah......................................................................................            10
2.4 Mukhabarah ...............................................................................            11
2.5 Muzara’ah....................................................................................            12
2.6 Murabahah..................................................................................            13

BAB 3 PENUTUP ............................................................................            16
3.1 Kesimpulan..................................................................................            16
3.2 Saran............................................................................................            17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................            18


BAB 1
PENDAHULUAN

Pada dasarnya, perbedaan perbankan konvensional dengan perbankan syariah terletak pada system yang digunakannya. Salah satunya tentang bentuk kerja sama yang diterapkan dalam perbankan itu sendiri. Dalam perbankan syariah, terdapat beberapa bentuk kerjasama yang berbasis Syariah. Adapun konsep atau materi kewirausahaan dalam tulisan ini ialah gambaran mengenai fenomena fiqh muamalah yang terdapat dalam UU No. 21 Tahun 2008.
Ada sekitar 17 konsep fiqih muamalah yang diadaptasi ke dalam UU No. 21 Tahun 2008. Ketujuh belas (17) konsep itu ialah: wadi’ah, mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, qardh, ijarah, ijarah muntahiya bi al-tamlik, hawalah, kafalat, wakalat, baitul mal, zakat, shadaqah, hibah dan wakaf. Biasanya digunakan oleh system perbankan syariah sebagai salah satu bentuk kerja sama dalam Islam yang ada sedikit perbedaan dengan non syariah.
Dalam permasalahan kali ini kami akan membahas 6 dari 17 konsep kerjasama dalam Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW itu seperti Musyarokah, Mudharabah, Musaqah, Mukhabarah, Muzara’ah, Murabahah. Karena di dalam pembahasan ini terdapat suatu hikmah untuk kehidupan social.


1.1  Rumusan Masalah
Dari sedikit pemaparan pendahuluan di atas, kami merumuskan beberapa masalah dalam makalah ini, diantaranya:
1.1.1        Jelaskan tentang kerja sama Musyarokah.
1.1.2        Jelaskan tentang kerja sama Mudharabah.
1.1.3        Jelaskan tentang kerja sama Musaqah.
1.1.4        Jelaskan tentang kerja sama Mukhabarah.
1.1.5        Jelaskan tentang kerja sama Muzara’ah.
1.1.6        Jelaskan tentang kerja sama Murabahah.


1.2  Tujuan Masalah
Tujuan masalah dari makalah ini yaitu:
1.2.1        Untuk mengetahui kerja sama Musyarokah.
1.2.2        Untuk mengetahui kerja sama Mudharabah.
1.2.3        Untuk mengetahui kerja sama Musaqah.
1.2.4        Untuk mengetahui kerja sama Mukhabarah.
1.2.5        Untuk mengetahui kerja sama Muzara’ah.
1.2.6        Untuk mengetahui kerja sama Murabahah.




















BAB 2
PEMBAHASAN


2.1 Musyarakah
Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (campur). Diartikan demikian karena seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak bisa dibedakan dan dipisahkan antara yang satu dan yang lain. Makna ini menunjukkan bahwa dua orang atau lebih bersekutu dalam mengumpulkan modal guna membiayai suatu investasi. Disini, bank yang memberikan fasilitas musyarakah kepada nasabah ikut berpartisipasi (take a part) dalam suatu proyek yang baru atau dalam suatu perusahaan yang telah berdiri dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut.
Definisi al-syirkah menurut para ulama aliran fiqih ini diakomodir oleh fatwa DSN MUI. Fatwa, dalam kaitannya dengan pembiayaan, mengartikan al-syirkah dengan, “Pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan”. Pengertian ini dijadikan landasan oleh UU No. 21 Tahun 2008 dalam mendefinisikan al-syirkah secara operasional dan akan diuraikan kemudian.
Al-Musyarakah atau partnership project financing participation atau equity participation merupakan salah satu instrument yang dipergunakan oleh perbankan syariah untuk menyediakan pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia, ia diterjemahkan dengan kemitraan atau persekutuan atau perkongsian, dan dalam ranah ilmu ekonomi, ia terkait dengan teori percampuran (theory og venture).
Landasan hukum Al-Syirkah ialah Q.S An-Nisa: 12 dan Q.S Shad: 24 dan hadits riwayat Abu Dawid dari Abu Hurairah serta disahkan oleh al-Hakim. (Hakim, 2011:246)
Syirkah hukumnya ja’iz atau mubah, berdasarkan dalil Hadis Nabi SAW. Berupa taqrir / pengakuan beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai Nabi, masyarakat pada zaman itu telah bermuamalah dengan cara ber-syarikah dan Nabi membenarkannya. Nabi SAW bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah RA : “Allah Azza Wa Jalla telah berfirman : AKU adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syarikah selama salah satunya tidak menghianati yang lainnya. Jika salah satunya berkhianat, aku keluar dari keduanya” (HR.Imam Daruquthni dari Abu Hurairah r.a).
Adapun syarat syirkah adalah :
       a)    Ucapan, tidak ada bentuk khusus dari kontrak syirkah. Ia dapat berbentuk ucapan yang menunjukkan tujuan dan juga bisa berbentuk tulisan serta dicatat dan disaksikan bila mengadakan kontrak syirkah
       b)   Pihak yang berkontrak, disyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
       c)    Obyek kontrak, yaitu dana dan kerja.
Secara umum, al-Syirkah dibedakan menjadi 2:
(1)   Syirkah al-amlak (kepemilikan)
Adalah dua orang atau lebih memiliki harta secara bersama-sama tanpa akad syirkah. Dari sisi sifat, syirkah kepemilikan terbagi 2:
-          Syirkah milik yang bersifat pilihan (ikhtiyariyah), seperti pemberian (hibah) rumah dari seorang pengusaha kepada dua orang karyawannya; rumah tersebut menjadi milik kedua karyawan secara bersama-sama
-          Syirkah yang bersifat paksaan (jabariyah), seperti dua orang anak menerima warisan dari orangtuanya.
Dalam syirkah kepemilikan, salah satu pihak pemilik tidak diperkenankan mengelola harta, karena di antara mereka tidak terikat akad syirkah, keduanya seolah-seolah orang asing yang tidak saling mengenal. Pengelolaan oleh salah satu pihak bisa dilakukan apabila pihak pemilik lainnya mengizinkan. (Hakim, 2011:247)

(2)   Syirkah al-uqud (akad atau transaksi)
Ialah akad kerjasama antara dua orang atau lebih dalam mengelola harta resiko, baik keuntungan maupun kerugian ditanggung bersama. Pembagian secara umum dianut ialah:
a)   Syirkah Inan.
Syirkah Inan adalah kerjasama atau percampuran dana antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang tidak harus sama. Dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati antara mereka, akan tetapi porsi masing masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqud), sedangkan barang (urudh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qimah al- “urudh) pada saat akad.
b)   Syirkah Abdan.
Syirkah Abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (maal). Kontribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran maupun kerja fisik. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi.
  c)    Syirkah Mudharabah.
Al Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola.
d)   Syirkah Wujuh.
Syirkah wujuh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam. Disebut syirkah wujuh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masayarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama sama memberikan kontribusi kerja (‘amal) dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan kontribusi modal (maal).
Dalam hal ini, pihak A dan pihak B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini, hakikatnya termasuk dalam syirkah mudaharabah sehingga berlaku ketentuan ketentuan syirkah mudharabah padanya.
Bentuk kedua dari syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang bersyarikah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan perdagangan kepada keduanya, tanpa kontribusi modal dari masing masing pihak.
e)    Syirkah Mufawwadah.
Syirkah mufawwadah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah diatas (syirkah inan, abdan, mudharabah, dan wujuh). Syirkah mufawadah dalam pengertian ini, menurut An Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya.
Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya, yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai dengan porsi modal (jika berupa syirkah inan), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudharabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).
Fatwa DSN MUI tentang musyarakah bernomor 08 ditetapkan pada tanggal 13 April 2000 di Jakarta. Fatwa ini memuat aturan musyarakah, seperti pernyataan ijab qabul, para pihak yang berkontrak, obyek akad (modal, kerja, dan keuntungan serta kerugian), serta biaya operasional.(249)


2.2 Mudharabah
Al-mudharabah berasal dari kata “al-dharb” yang berarti al-safar (perjalanan), al-mitsl (seimbang), dan al-shinf (bagian). Makna secara bahasa yang berbeda ditawarkan oleh Abd Al-Rahman al-Juzairi, yaitu penyerahan harta milik oleh seseorang kepada oranglain untuk diperdagangkan dan keuntungan dibagi dua sementara kerugian (jika ada) ditanggung  oleh pemilik harta. Pengertian Al-Mudharabah secara terminology dikemukakan oleh para ulama fiqih dengan redaksi yang berbeda-beda meskipun substansinya sama. Ulama Hanafiah menjelaskan, mudharabah termasuk perkongsian dalam keuntungan, dan dengan demikian, ia adalah akad perkongsian keuntungan atas harta yang diberikan oleh pemilik modal kepada pelaku usaha. Menurut fuqaha lain, mudharabah ialah akad penyerahan modal dari pemilik kepada pengusaha untuk diperdagangkan dan keuntungan dibagi dua sesuai kesepakatan. (Hakim, 2011:213)
Al-Mudharabah atau al-qiradh menurut ketetapan fatwa DSN MUI ialah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahibul mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. (Hakim, 2011:214)
Khusus tentang mudharabah, iapun dipergunakan sebagai akad dalam penyaluran dana atau pembiayaan. (Hakim, 2011:202)
Akad mudharabah menurut UU No. 21 Tahun 2008 merupakan akad yang dipergunakan oleh Bank Syariah, UUS, dan BPRS tidak hanya untuk kegiatan menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, tetapi juga untuk kegiatan menyalurkan pembiayaan bagi hasil, proses membeli dan menjual atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata. Khusus bagi BPRS, mudharabah dapat juga digunakan sebagai landasan akad untuk menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk investasi. (UU No. 21 Tahun 2008, Pasal 19 ayat 1 dan 2 huruf b, c dan I, dan pasal 21 huruf a angka 2 dan huruf b angka 1, serta huruf c. (Hakim, 2011:212)).
                        Secara umum landasan syariah al mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha.  Hal ini tampak dalam ayat ayat Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 198 sebagai berikut :
Artinya :
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, namun apabila mengalami kerugian, maka ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Kontrak bagi hasil disepakati di depan sehingga bila terjadi keuntungan, maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60 : 40, di mana pengelola mendapatkan 60 % dari keuntungan sedang pemilik modal mendapat 40 % dari keuntungan.
Pembagian Mudharabah:
(1)   Mudharabah Mutlaqah (investasi tidak terikat), yaitu mudharabah yang jangkauannya luas. Transaksi ini tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan wilayah bisnis. Disini shahib al-mal memberikan keleluasan  kepada nudharib untuk melakukan usaha sesuai dengan kehendaknya, tetapi sejalan dengan prinsip syariah, dengan modal yang diberikan kepadanya. Pada usaha perbankan syariah, mudharabah bentuk ini diaplikasikan pada tabungan dan deposito.
(2)   Mudharabah Muqayyadah, yaitu kebalikan dari jenis mudharabah yang pertama. Dalam mudharabah jenis ini, mudharib terikat oleh persyaratan yang diberikan oleh shahib al-mal di dalam meniagakan modal yang dipercayakan kepadanya. Persyaratan bias berupa jenis usaha, tenggang waktu melakukan usaha, dan atau wilayah niaga. (Hakim, 2011:215)
(3)   Mudharabah Musytarakah, yaitu bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau danaya dalam kerja sama investasi. Akad mustarakah ini merupakan solusi sekiranya dalam perjalana usaha, pengeloala dana memiliki modal yang dapat di kontribusikan dalam investasi, sedangkan di lain sisi adanya penambahan modal ini akan dapat meningkatkan kemajuan investasi. Akad mustarakah ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana berdasarkan akad (mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musytarakah). Setelah penambahan dana oleh pengelola, pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usha musytarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
(4)   Skema Mudharabah Mustarakah
 





Nasabah penghimpun bank berperan sebagai mudharib, sedangkan nasabah penyaluran bank beperan sebegai pemilik dana. Pada saat yang sama, bank melakukan kerja sama dengan investor lain untuk membiayai suatu proyek yang dikerjakan oleh nasabah pengelola. Investor lain yang telibat dalam kerja sama ini memililki dana. Bank dan investor memproleh pendapatan dari posisi sebagai pemilik dana (berbagi sesuai porsi masing-masing). Selanjutnya, pendapatan hak bank tersebut dihasilkan lagi dengan nasbah deposan pool of found.

2.3 Musaqah
Al musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah, dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasi panen.
Musaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik kebun dengan penggarap kebun dengan perjanjian bagi hasil (production sharing). Jumlah ditentukan sesuai dengan kesepakaan pada waktu berlangsung akad.
Adapun rukun musaqah, antara lain  :
  perlu ditetapkan masa berlakunya perjanjian masaqah, sekurang-kurangnya ditentukan menurut waktu kegiatan panen;
  pada saat berlangsungnya akad, harus ditentukan dengan rinci cara pembagian hasilya;
  pemilik kebun dan penggarap kebun harus berakal, balig dan merdeka.
  Musaqah mempunyai mafaat tolong-menolong yang saling menguntungkan. Banyak orang yang memiliki kebun yang halus, tetapi tidak terurus. Sebaliknya, banyak orang mempunyai keahlian, tetapi menganggur karena tidak mempunyai lahan. Dengan musaqah, keduanya dapat dikombinasikan sehingga sama-sama mendapatkan keuntungan.
Musaqah juga salah satu cara untuk meratakan penghasilan dan upaya membantu program pengentasan kemiskinan yang di negeri ini didominasi oleh kaum muslimin.
Nabi Muhammad saw. Sendiri pernah melakukan sistem itu, sebagaimana sabdanya berikut.
Artinya:
Dari Ibnu Umar, Sesungguhnya Nabi Muhammad saw, telah menyerahkan kebunnya kepada penduduk Khaibar untuk dipelihara dengan perjanjian merdeka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan atau dari hasil palawija. (H.R.Muslim)
Menurut ulama ahli fikih, yang dimaksud dengan musaqah adalah kerjasama antara pemilik kebun dan petani di mana sang pemilik kebun menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut prosentase yang ditentukan pada waktu akad.
Konsep musaqah merupakan konsep kerjasama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak (simbiosis mutualisme). Sebab tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk merawat perkebunannya, sementara di pihak lain ada petani yang memiliki banyak waktu luang namun tidak memiliki lahan yang bisa digarap. Dengan adanya sistem kerjasama musiqah, masing- masing pihak akan sama- sama mendapatkan manfaat.


2.4 Mukhabarah
Mukhabarah ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari pemilik lahan atau mengerjakan tanah (orang lain)seperti sawah atau lading dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, seprtiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengrjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Zakat Mukhabarah
            Zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya dari jumlah pendapatan sebelum dibagi.
Hikmah Mukhabarah
·         Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap.
·         Meningkatnya kesejahteraan rakyat.
·         Tertanggulanginya kemiskinan.
·         Terbukanya lapangan pekejaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garap.

2.5 Muzara’ah
Al Muzaraah adalah kerjasama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan memberikan lahan pertaniannya kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
               Al muzaraah seringkali diidentikkan dengan mukhabarah, padahal diantara keduanya terdapat perbedaan :
Muzaraah        : benih dari pemilik lahan.
Muhabarah     : benih dari penggarap.
Muzaraah adalah bentuk kerjasama antara pemilik tanah (sawah/lading) dan penggarap tanah dengan perjanjian bagi hasil menurut kesepakatan pada waktu akad, sedangkan benih atau bibitnya dari peggarap tanah. Jika benihnya berasal dari pemilik tanah, disebut mukhabarah.
Muzara’ah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari petani. Muzara’ah memang sering kali diidentikkan dengan mukhabarah. Namun demikian, keduanya sebenarnya memiliki sedikit perbedaan. Apabila muzara’ah, maka benihnya berasal dari petani penggarap, sedangkan mukhabarah benihnya berasal dari pemilik lahan.
Zakat Muzara’ah
            Zakat hasil paroan sawah atau lading ini diwajibkan atas orang yang punya benih, jadi pada muzara’ah zakatnya wajib atas petani yang bekerja karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, yang punya tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan penghasilan sewaan tidak wajib dikeluarkan.
Hikmah Muzara’ah
·         Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap.
·         Meningkatnya kesejahteraan rakyat.
·         Tertanggulanginya kemiskinan.
·         Terbukanya lapangan pekejaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garap.


2.6 Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harag jual sebesar biaya perolehan ditamabah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli (PSAK 102 paragraf 5). Definisi ini menunjukan bahwa transaksi nmurabahah yodak harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus dikemudian hari (PSAK 102 paragraf 8). Transksi murabahah, kendati memliki fleksibilitas dalam hal waktu pembyaran, dalam praktik perbankan di Indonesia adalah tidak umum menggunakan skema pembayaran langsung setelah barang diterima oleh pembeli atau (nasabah). Praktik paling banyak digunakan adalah skema pembayaran dengan mencicil setelah menerima barang. Adpaun praktik dengan pembayaran sekaligus setelkah ditangguhkan beberapa lama, diterapkan secara slektif pada nasabah pembiayaan dengan karakteristik penerimaan pendapatan musiman, seperti nasabah yang memiliki usaha pemasok barang dengan pembeli yang membayar secara periodik.
Pembolehan penggunaan murabahah didasarkan pada al-quran surat al-baqarah:275 yang menyatakan bahwa Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengaramkan Riba. Ayatnya berbunyi:
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Selain itu, adapun hadist yang diriwayatkan oleh ibnu majjah. Ketentua syar’i terkait dengan transaksi murahabahah, digariskan oleh Fatwa dewan syariah nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa tesebut membahas tentang ketentuan umum nmurabahah dalam bank syariah, ketentuan murabahah kepada nasabah, jaminan, utang dalam murabahah, penundaan pembayaran, dan kondisi bangkrut pada nasabah murabahah. Secara spesifik, ketentuan syar’I tersebut akan dibahas pada bgaian rukun transaksi murabahah. (Yaya, 2009:180)
Rukun transaksi Murabahah.
Rukun transaksi Murabahah meliputi taransaktor, yaitu adanya pembeli (nasabah) dan penjual (bank syariah), objek akada murabahah yang didalamnya terkandung barang dan harga, serta ijab dan qobul berupa pernyataan kehendak masing-masing pihak, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
Objek Murabahah.
            Rukun objek akad transaksi murabahah meliputi barang dan harga barang yang diperjual belikan. (Yaya, 2009:181). Terkait dengan barang, fatwa DSN nomor 4 menyatakan bahwa dalam jualk beli murabahah, barang yang diperjualk belikan bukanlah barang yang diharamkan oleh syriah islam. DSN mensyaratkan bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian kepada nasabah, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. (Yaya, 2009:182)
Murabahah, yaitu suatu istilah dalam fikih Islam yang menggambarkan suatu jenis penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumlah keuntungan tertentu di atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya. Pembayaran dapat dilakukan saat penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyedia¬kan barang yang diperlukan pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga pembeliannya. Namun demikian, pihak bank harus secara jujur menginformasikan harga pembelian yang sebenarnya.










BAB 3
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk kerja sama dalam Islam banyak jenisnya diantaranya:
·         al-syirkah yaitu bahwa ia adalah suatu transaksi antara dua orang atau lebih. Transaksi ini meliputi pengumpulan modal dan penggunaan modal. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Namun demikian, modal tidak selalu  berbentuk uang tapi bisa bentuk lain, seperti terlihat dalam pembahasan mengenai jenis dan pembagian syirkah kemudian.
·         Al-Mudharabah atau al-qiradh menurut ketetapan fatwa DSN MUI ialah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahibul mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. (Hakim, 2011:214)
·         Al musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah, dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasi panen.
·         Mukhabarah ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari pemilik lahan atau mengerjakan tanah (orang lain)seperti sawah atau lading dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, seprtiga atau seperempat).
·         Al Muzaraah adalah kerjasama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan memberikan lahan pertaniannya kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
·         Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harag jual sebesar biaya perolehan ditamabah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli (PSAK 102 paragraf 5).


3.2  Saran
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami memerlukan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga apa yang kami tulis dapat menambah pengetahuan dan memberi manfaat, khususnya untuk kami dan umumnya untuk para pembaca.















DAFTAR PUSTAKA
Farid, M. 2010. Kerja sama dalam Islam. [diakses pada tanggal 19 Nopember 2014 di http://faridmuhikra.blogspot.com/]
Hakim, Atang Abd. 2011. Fiqih Perbankan Syariah. Bandung: PT Refika Aditama.
Khaerul, Andi. 2012. Kerjasama ekonomi dalam Islam. [diakses pada tanggal  19 Nopember 2014 di http://andikhaerul.blogspot.com/]
Yaya, Rizal, dkk. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.