Friday, 22 January 2016

monopoli dan kebijakan pemerintah


MONOPOLI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Terstruktur  Matakuliah Etika Bisnis Syariah
Dibina Oleh: Ibu Hj. Didah Durrotun Nafisah, M.Ag

Kelompok 5:
Ali M. Fauzi                            (1133070012)
Alif M. Rizal                           (1133070013)
Amal Kamaludin                     (1133070016)
Ananda                                   (1133070018)
Astri Hapsari N.                      (1133070029)
Cepy Wildan Anwar               (1133070039)
Dali Aburisman Muslim          (1133070041)



JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2015


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Monopoli Dan Kebijakan Pemerintah”
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai sumber informasi yang kami cari dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1           
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 1           
C.    Tujuan Masalah......................................................................................... 1           
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.    Pengertian Monopoli................................................................................. 2
B.     Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Monopoli........................ 5
C.    Macam-macam Monopoli.......................................................................... 6
D.    Oligopoli................................................................................................... 11
E.     Undamg-undang Anti-Monopoli............................................................ 19
BAB III PENUTUP............................................................................................ 20
A.    Kesimpulan.............................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................22














                                                                               



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam sistem ekonomi pasar bebas, pasar bebas dianggap sebagai sistem yang lebih baik dan lebih akomodatif terhadap etika bisnis. Kegiatan bisnis lebih bisa diharapkan berjalan secara baik dan fair.
Kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi telah berhasil menumbuhkan korporasi raksasa dan konglomerasi yang menguasai dan memonopoli perekonomian Indonesia.  Dunia perekonomian dimonopoli oleh beberapa gelintir pengusaha yang mempunyai ikatan romantis dengan penguasa.  Monopoli pasar yang dilakukan oleh pengusaha ternyata tidak diikuti dengan tanggung jawab sosial korporasi sehinga pelaku usaha/pengusaha/konglomerat melakukan dua kejahatan sekaligus, yaitu memonopoli pasar dan kejahatan korporasi berupa tidak adanya tanggung jawab korporasi.
Kebijaksanaan pemerintah yang lebih akomodatif dan kondusif bagi kegiatan bisnis yang baik dan etis; pada tempat pertama ada baiknya kita tinjau secara sekilas mengenai monopoli, oligopoli, dan suap serta masalah etis yang ditimbulkannya. Setelah melihat monopoli dan oligopoli serta masalah-masalah etis yang berkaitan dengan itu, kita akan mengusulkan perlunya undang-undang anti-monopoli dan peraturan perundang-undangan lainnya.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pengertian dari Monopoli?
2.    Apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya Monopoli?
3.    Apa saja Jenis dari monopoli?
4.    Bagaimana Kebijakan pemerintah mengenai Monopoli?
C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian Monopoli.
2.    Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan timbulnya Monopoli.
3.    Untuk mengetahui jenis dari Monopoli.
4.    Untuk mengetahui Bagaimana Kebijakan pemerintah mengenai Monopoli.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Monopoli
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut. Monopoli secara harfiah berarti di pasar hanya ada satu penjual. Frank Fisher menjelaskan kekuatan monopoli sebagai “the ability to act in unconstrained way” (kemampuan bertindak dalam menentukan harga dengan caranya sendiri). Sedangkan menurut basenko menjelaskan monopoli sebagai penjual yang menghadapi “little or no competition” (kecil atau tidak ada persaingan) di pasar.
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tertentu. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Monopoli adalah suatu sistem dalam pasar di man hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut .Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk di dalamnya. Karena itu hampir tidak ada persaingan berarti.
Suatu Industri dikatakan berstruktur monopoli (monopoly) bila hanya ada satu produsen atau penjual (single firm) tanpa pesaing langsung atau tidak langsung, baik nyata maupun potensial. Output yang dihasilkan tidak mempunyai substitusi (close substitution).


Dalam Islam keberadaan satu penjual di pasar, atau tidak adanya pesaing, atau kecilnya persaingan bukanlah hal yang terlarang. Siapapun boleh berdagang tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual atau ada penjual lain. Jadi monopoli secara harfiah boleh-boleh saja.
Ciri-ciri pasar monopoli:
1.    Dalam industri hanya terdapat sebuah perusahaan
2.    Produk yang dihasilkan tidak memiliki pengganti yang sempurna
3.    Perusahaan baru sulit memiliki industri
4.    Perusahaan memiliki kemampuan menentukan harga atau price maker
5.    Promosi iklan kurang di perlukan

B.  Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya monopoli:
Perusahaan tidak memiliki pesaing karena adanya hambatan (barrier to entry) bagi perusahaan lain untuk memasuki industri yang bersangkutan. Dilihat dari penyebabnya, hambatan masuk dikelompokan menjadi hambatan teknis (technical barriers to entry) dan hambatan legalitas (legal barriers to entry).

a)   Hambatan Teknis (technical barriers to entry)
Ketidak mampuan bersaing secara teknis menyebabkan perusahaan lain sulit bersaing dengan perusahaan yang sudah ada (existing firm). Keunggulan secara teknis ini disebabkan oleh beberapa hal.
1.    Perusahaan mungkin menguasai sepenuhnya persediaan bahan baku yang di butuhkan untuk memproduksi bahan.
Contohnya : hingga perang dunia II, perusahaan aluminium Amerika menguasai hampir setiap sumber bauksit (bahan baku aluminium) dan dengan demikian perusahaan tersebut bisa memonopoli produksi aluminium di Amerika Serikat.
2.    Tingginya tingkat efisiensi memungkinkan perusahaan monopolis mempunyai kurva biaya (MC dan AC) yang menurun. Makin besar skala produksinya, biaya marjinal makin menurun, sehingga biaya produksi per unit (AC) makin rendah (decreasing MC dan AC).
3.    Dalam industri tertentu bisa saja terjadi skala ekonomis (artinya, kurva biaya rata-rata jangka panjangnya bisa menurun) jika jumlah output yang dihasilkan cukup besar, sehingga terdapat satu perusahaan yang memenuhi kebutuhan seluruh pasar (monopoli alamiah).

b)   Hambatan Legalitas (legal barriers to entry).
1.    Perusahaan tersebut bisa jadi memiliki hak paten dan hak cipta yang melarang perusahaan lain menggunakan proses produksi tertentu atau melarang menghasilkan produk yang sama. Misalnya ketika Cellophane diperkenalkan, DuPont memiliki kekuatan monopoli dalam proses produksinya karena memiliki hak paten. Demikian pula, Xerox memiliki kekuatan monopoli atas mesin fotocopy dan polaroid atas produksi kamera foto langsung jadi.
2.    Monopoli bisa terjadi akibat adanya hak monopoli pemerintah contoh paling tepat terjadinya monopoli karena adanya hak monopoli dari pemerintah adalah kantor pos
C.  Macam-macam Monopoli
Pertama adalah monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial.
·      Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini sesungguhnya pasar bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan lain bebas masuk dalam jenis industri yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan monopolistis tadi. Sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasai pasar dalam jenis industri pasar tersebut. Tidak ada persoalan moral yang serius dengan jenis monopoli ini, monopoli itu dinikmati karena kondisi objektif.Jadi, monopoli ini lahir secara fair yaitu karena keunggulan tehnologi, keunggulan managemen, keunggulan komposisi ramuan produk tertentu yang di gemari konsumen tanpa bisa di tiru perusahaan lain, dan semacamnya. contoh yang paling jelas adalah industri telepon, air, dan listrik. Umumnya perusahaan yang memonopoli industri semacam ini adalah perusahaan pemerintah demi efisien dan kepentingan bersama.
Di sini terlihat jelas bahwa kendati secara historis pasar bebas lahir untuk menghapus monopoli yang dikenal dalam sistem ekonomi merkantilistis, pasar sendiri dapat melahirkan jenis monopoli tertentu berupa monopoli alamiah. Hanya saja, tidak ada persoalan moral yang serius dengan jenis monopoli ini, karena monopoli itu dinikmati karena kondisi objektif. Jadi, monopoli ini lahir secara fair, yaitu karena keunggulan teknologi, keunggulan manajemen, keunggulan komposisi ramuan produk tertentu yang digemari konsumen tanpa bisa ditiru perusahaan lain, dan semacamnya. Monopoli ini lahir tanpa direkayasa dan tanpa dukungan politik apa pun, melainkan karena keunggulan, keuletan, kejelian, membaca selera konsumen, dan seterusnya. Maka, tidak ada yang akan mempersoalkan dan menentang jenis monopoli semacam ini.
Termasuk dalam jenis monopoli ini adalah apa yang Milton Friedman sebagai monopoli karena pertimbangan-pertimbangan teknis. Yang dimaksudkan adalah bahwa berdasarkan pertimbangan teknis tertentu, jauh lebih efisien dan ekonomis kalau industri tertentu hanya dikuasai oleh satu perusahaan saja dan bukunya banyak. Contoh yang paling jelas adalah industri telepon, air, dan listrik. Umumnya, perusahaan yang memonopoli industri semacam ini adalah perusahaan pemerintah demi efisiensi dan demi kepentingan bersama. Jadi, jenis monopoli ini pun tidak banyak menimbulkan persoalan etis.
·      Monopoli artifisial lahir karena persengkongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok usaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri dalam negeri, demi memenuhi ekonomic scale dan seterusnya.pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan idiologisnya sampai pada yang kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, Bahkan kepentingan mayoritas masyarakat. Monopoli artifisial umumnya bersifat sepihak sewenang-wenang, dan karena itu dianggap curang.kalaupun monopoli itu didasarkan pada alasan rasional misalnya demi perlindungan industri dalam negeri atau demi meningkatkan daya saing ekonomi kita,prosedurnya tidak pernah transparan disertai kriteria objektif  bagi perusahaan yang pantas untuk mendapat monopoli itu.
Sumber paling pokok dari monopoli ini adalah bantuan dari pemerintah entah secara langsung atau tidak langsung, demi melindungi kepentingan bisnis kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan bisnis kelompok lain, atau mengorbankan kepentingan bersama,atau pula dengan mengorbankan rasa keadilan dalam masyarakat. Jadi pemerintah memberikan dukungan bahkan perlindungan politik secara istimewa melalui aturan dan kebijaksanaan politik ekonomi tertentu, yang pada akhirnya akan menghambat perusahaan dan kelompok usaha lain untuk masuk dalam bisnis industri yang sama,demi kepentingan perusahaan monopolistis tersebut.
Monopoli artificial yang didasarkan pada pertimbangan yang rasional tertentu sesungguhnya tidak menjadi soal kalau kebijaksanaan yang menopolistis itu tetap mengindahkan prosedur yang fair dan adil, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya secara politis melainkan juga secara moral. Yang jadi soal adalah, kalaupun ada pertimbangan yang rasional dan objektif, tidak ad prosedur yang fair, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan yang memungkinkan terbukanya peluang yang sama dan fair bagi kompetisi sebelum memenangkan monopoli artificial itu. Monopoli artificial umumnya bersifat sepihak, sewenang-wenang, dan karena itu dianggap curang. Kalaupun monopoli itu didasarkan pada alasan rasional, misalnya demi perlindungan industri dalam negeri atau demi meningkatkan daya saing ekonomi kita, prosedurnya tidak pernah transparan disertai kriteria objektif bagi perusahaan yang pantas untuk mendapat monopoli itu. Maka, timbul pertanyaan yang sangat masuk akal: mengapa perusahaan x yang ditunjuk atau yang mendapat proyek itu dan bukan perusahaan lain. Apa alasan dan pertimbangan rasional penunjukan itu? Apakah proyek itu juga terbuka bagi semua perusahaan lain? Kalau begitu, apa kriteria objektif yang telah menyebabkan perusahaan x yang dipilih? Monopoli atas proyek tersebut-misalnya dengan alasan rasional demi melindungi industri dalam negeri-tentu tidak dipersoalkan .Yang menjadi soal adalah penunjukan sepihak dan tertutup itu.
Yang paling buruk adalah monopoli artificial tanpa ada pertimbangan rasional dan objektif. Sumber paling pokok dari monopoli ini adalah bantuan dari pemerintah entah secara langsung atau tidak langsung, demi melindungi kepentingan bisnis kelompok lain, atau mengorbankan kepentingan bersama, atau pula dengan mengorbankan rasa keadilan dalam masyarakat. Jadi, pemerintah memberi dukungan, bahkan perlindungan politik secara istimewa, melalui aturan atau kebijaksanaan politik ekonomi tertentu, yang pada akhirnya akan menghambat perusahaan dan kelompok usaha lain untuk masuk dalam jenis industri yang sama,demi kepentingan perusahaan monopolistis tertentu.
Berbeda dengan monopoli alamiah, monopoli antifisial menimbulkan beberapa masalah etis yang pelik. Pertama, masalah keadilan. Salah satu aspek keadilan yang dilanggar oleh praktek monopoli artificial adalah dilanggarnya prinsip perlakuan yang sama bagi semua pengusaha atau kelompok bisnis. Dengan praktek monopoli ada kelompok yang diperlakukan secara istimewa, bahkan tanpa alasan yang rasional, sementara yang lain disingkirkan secara menyakitkan dan secara tidak fair. Mereka terpaksa dan dipaksa mengalah demi kepentingan kelompok tertentu dengan kedok kepentingan nasional. Maka, jelas ada kelompok pengusaha yang dirugikan.
Dalam kaitan dengan ini yang juga menyakitkan dan menimbulkan persoalan etis adalah bahwa negara yang seharusnya bersikap netral tak berpihak, dengan praktek monopoli itu telah bertindak secara sepihak. Ini sungguh menyakitkan karena negara telah memainkan dan mempraktekkan politik diskriminasi dalam bidang ekonomi.
Praktek monopoli artificial, termasuk yang rasional sekalipun, juga tidak adil karena tidak ada prosedur yang fair dan jelas. Dengan kata lain, monopoli juga melanggar aspek keadilan lainnya berupa keadilan prosedural (procedural justice), yaitu tuntutan agar pihak yang dipilih adalah pihak yang paling memenuhi semua ketentuan dan prosedur yang ada dan lolos dari prosedur yang benar-benar objektif.
Yang juga mengalami perlakuan tidak adil adalah konsumen atau masyarakat pada umumnya. Masyarakat dirugikan baik karena dipaksa dan terpaksa membeli produk dari perusahaan monopolistis maupun karena direnggut kebebasannya untuk memilih diantara berbagai alternatif barang kebutuhannya, yang akan terbuka baginya kalau pasar dibiarkan terbuka. Dengan monopoli tidak ada lagi kemungkinan lain bagi konsumen untuk memilih secara bebas. Bahkan konsumen merasa didikte oleh produsen yang bertindak sewenang-wenang karena merasa dilindungi secara politis. Apalagi, dengan monopoli harga produk tersebut menjadi jauh lebih mahal daripada harga pasar yang sebenarnya.
Masalah kedua yang ditimbulkan oleh praktek monopoli artificial adalah ketimpangan ekonomi atau apa yang disebut sebagai ketidakadilan distributive. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa monopoli menimbulkan ketimpangan atau distribusi ekonomi yang tidak merata antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Dengan monopoli artificial, kelompok tertentu mengakumulasi keuntungan dan kekayaan secara melimpah ruah, gampang, dan melalui car yang curang sementara kelompok yang lain terpinggirkan kalau bukan semakin miskin. Kelompok yang mendapat monopoli memperoleh kesempatan bisnis dan perlindungan politik untuk menjadi semakin kaya sementara yang lain dibiarkan berjuang sendiri kalau bukan bangkrut. Memang monopoli alamiah pun dalam arti tertentu dapat dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi karena perusahaan monopolistis akan menjadi lebih unggul dan kaya sementara yang lainnya tidak. Namun, persoalannya bahwa tidak ada yang salah dengan keuntungan atau kekayaan yang diperoleh melalui cara yang halal dan fair, yaitu melalui keunggulan objektif perusahaan tersebut. Tidak ada yang salah kalau perusahaan yang unggul dalam manajemen, dalam mutu, dalam pemenuhan selera, dan seterusnya meraup untung besar karena dalam pasar lebih disukai konsumen. Baru itu menjadi soal kalau kekayaan itu diperoleh secara tidak halal dan tidak fair melalui monopoli dengan bantuan perlindungan pemerintah.
Masalah ketiga yang ditimbulkan oleh praktek monopoli artificial adalah terlanggarnya kebebasan baik pada konsumen maupun pada pengusaha. Seperti telah dikatakan, konsumen tidak punya pilihan lain selain produk dari perusahaan monopolis. Demikian pula, konsumen tidak bisa secara bebas memilih barang atau jasa yang sesuai dengan kemampuan ekonominya karena hanya ada satu produk dengan harga yang telah dipatok tersebut. Sementara itu, pengusaha lain jelas tidak bisa menikmati kebebasan berusaha karena hambatan yang secara sengaja diciptakan untuk melindungi perusahaan monopolistis. Ini benar-benar tidak etis dan merusak mekanisme pasar yang fair.
D.  Oligopoli
Oligopoli adalah salah satu bentuk monopoli tetapi agak berbeda yakni pasar dimana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan.Inti dari oligopoli adalah bahwa beberapa perusahaan sepakat baik secara tersirat maupun tersurat untuk menetapkan harga produk dari industri sejenis pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari harga berdasarkan mekanisme murni dalam pasar.Dalam hal ini setiap perusahaan sejenis sangat peka terhadap harga dan strategi pasar yang di ambil oleh masing-masing perusahaan.
Dengan demikian, baik secara tersirat (diam-diam) maupun secara tersurat (melalui perjanjian) mereka akan menyesuaikan harga dan strategi pasar sesuai dengan langkah yang ditempuh perusahaan lain.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, dimana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka. Struktur plasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi seperti industri semen,mobil,dan industri kertas.
Inti dari oligopoli adalah bahwa beberapa perusahaan sepakat baik secara tersirat maupun tersurat untuk menetapkan harga produk dari industri sejenis pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari harga berdasarkan mekanisme murni dalam pasar. Dalam hal ini setiap perusahaan sejenis sangat peka terhadap harga dan strategi pasar yang diambil oleh masing-masing perusahaan. Dengan demikian, baik secara tersirat (diam-diam) maupun secara tersurat (melalui perjanjian) mereka kan menyesuaikan harga dan strategi pasar sesuai dengan langkah yang ditempuh perusahaan lain.
Kalau dalam praktek monopoli artificial perusahaan tertentu melakukan kolusi dengan penguasa demi mengalahkan, atau lebih tepat menyingkirkan, perusahaan lain, maka dalam praktek oligopoli yang terjadi adalah persekongkolan antara beberapa perusahaan sejenis dengan tujuan utama untuk mengalahkan dan mendikte konsumen. Artinya, dari pada didikte oleh pasar (konsumen), perusahaan-perusahaan tertentu bersekongkol untuk mendikte pasar, dan dengan demikian mendikte konsumen melalui kebijaksanaan harga yang lebih tinggi atau ketat. Memang efek sampingannya adalah bahwa perusahaan yang lain akan sulit masuk dalam industri sejenis tersebut, tetapi sesungguhnya yang ingin “diperangi” adalah konsumen.
Selain praktek oligopoli secara merger, yaitu penggabungan beberapa perusahaan yang sebelumnya bersaing satu sama lain menjadi satu perusahaan raksasa, juga dikenal dua bentuk praktek oligopoly lainnya sebagai berikut. Bentuk pertama adalah kartel atau juga dikenal sebagai persetujuan tersurat. Dalam praktek ini manajer dari beberapa perusahaan sejenis bertemu dan mengadakan persetujuan secara tersurat untuk membatasi persaingan di antara mereka dengan menetapkan harga jual produk mereka jauh di atas harga normal dalam pasar. Tujuan akhirnya adalah untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat.
Ada banyak praktek oligopoli jenis ini. Dua yang paling umum dikenal adalah price-fixing dan manipulasi penawaran. Dalam praktek price-fixing, perusahaan-perusahaan oligopolies sepakat untuk menetapkan harga lebih tinggi dan memaksa konsumen untuk menerima harga tersebut. Dalam praktek manipulasi penawaran, perusahaan-perusahaan oligopolistis sepakat untuk menangguhkan produksi untuk kurun waktu tertentu atau untuk menghentikan penawaran dalam kurun waktu tertentu sehingga terjadi kelangkaan dalam pasar. Akibatnya, akan melonjak permintaan yang dengan sendirinya akan diikuti oleh naiknya harga produk dari perusahaan-perusahaan oligopolistis tadi. Dengan praktek manipulasi penawaran, timbul kesan seakan-akan pasarlah yang menyebabkan harga naik. Jadi, kenaikan harga adalah akibat dari manipulasi perusahaan-perusahaan tersebut.
Bentuk lain dari praktek oligopoli adalah price leadership atau juga dikenal sebagai persetujuan diam-diam. Yang terjadi adalah bahwa sudah ada semacam kesepakatan diam-diam di antara perusahaan-perusahaan sejenis untuk menaikkan atau sebaliknya menurunkan harga produk mereka mengikuti langkah yang diambil oleh salah satu dari perusahaan sejenis. Pihak yang berinisiatif untuk menaikkan atau menurunkan harga tersebut lalu dikenal sebagai price leader-biasanya perusahaan yang paling menonjol. Asumsi dibalik praktek ini adalah dari pada bersaing satu sama lain melalui tingkat harga produk sejenis yang beragam, lebih baik “bersekongkol” dengan menjual produknya pada tingkat harga yang sama. Kalau mereka bersaing satu sama lain, yang rugi adalah produsen-produsen itu sendiri, sebaliknya yang untung adalah konsumen. Maka, dari pada sling bersaing dan merugikan produsen sendiri, lebih baik bersekongkol dengan satu tingkat harga, yang akan lebih menguntungkan produsen dan merugikan konsumen.
Dengan melihat praktek oligopoli diatas, terlihat jelas bahwa persoalan etis yang muncul dari praktek oligopoli tidak jauh berbeda dari persoalan yang muncul dalam praktek monopoli. Hanya saja, yang paling yang paling dirugikan dengan praktek oligopoli adalah pihak konsumen. Konsumen diperlakukan secara tidak adil karena dirugikan dan banyak hal tidak bebas menentukan pilihannya baik dalam hal jenis barang maupun harga yang kompetitif. Yang juga menakutkan adalah bahwa praktek oligopoly tidak hanya merusak mekanisme pasar dan juga kepentingan masyarakat, melainkan juga menumpuk kekuatan ekonomi dan juga politik dalam kelompok tertentu. Akibat lebih lanjut, perusahaan oligopolistis yang lebih besar dan punya jaringan dan ikatan yang raksasa tadi tidak hanya mendikte pasar, dalam hal ini berarti konsumen atau masyarakat luas, melainkan juga pada akhirnya bisa mendikte pemerintah untuk tunduk pada kepentingan mereka. Karena itu, kalau satu perusahaan telah menaikkan-atau dalam kasus tertentu menurunkan-harga produknya, dengan serta-merta perusahaan lain pun akan melakukan hal yang sama. Maka, persaingan diantara mereka lalu tidak terjadi.
Ini sungguh menakutkan. Dalam hal monopoli artificial yang muncul karena dukungan dan kolusi dengan pemerintah, pemerintah masih punya posisi kuat untuk menjinakkan kekuatan ekonomi monopolistis dalam kekuasaan pemerintah. Pada perusahaan oligopolistis, kekuatan dan kekuasaan ekonomi dan politik ini tumbuh di luar kendali pemerintah. Sampai tingkat tertentu mereka bisa dianggap sebagai aset bangsa: bisa kuat dalam persaingan global dan karena itu bisa mendatangkan devisa yang besar bagi negara. Ini berarti pemerintah bisa sulit mengambil langkah tertentu untuk mengendalikan mereka, kalau bukan malah didikte oleh perusahaan-perusahaan oligopolistis ini.
Lebih parah lagi kalau dalam kurun waktu tertentu pemerintah membutuhkan produksi dan distribusi massal dari produk tertentu, dan ternyata perusahaan oligopolistis ini menjadi dewa penyelamat karena kekuatan modal dan pasar yang dimilikinya. Ini pada gilirannya akan menyulitkan posisi pemerintah dalam mengambil sikap terhadap sepak terjang perusahaan ini.
Suap
Salah satu praktek yang sampai tingkat tertentu juga mengarah pada monopoli dan juga merusak pasar adalah suap. Suap mengarah pada monopoli karena dengan suap penyuap mencegah perusahaan lain untuk masuk dalam pasar untuk bersaing secara fair. Dengan suap, perusahaan penyuap mendapat hak istimewa untuk melakukan bisnis tertentu yang tidak bisa dimasuki oleh perusahaan lain. Melalui suap,pihak pemerintah mengeluarkan peraturan tertentu untuk melindungi kegiatan bisnis perusahaan penyuap tadi atau mengeluarkan langkah atau kebijaksanaan tertentu yang bertujuan untuk melindungi perusahan penyuap tadi. Jadi, sesungguhnya suap pun berkaitan langsung dengan monopoli. Dengan kata lain, praktek suap juga akhirnya menyebabkan perusahaan lain kalah dan tersingkir secara menyakitkan melalui permainan yang tidak fair. Bersamaan dengan itu, dalam situasi tertentu penyuap sesukanya menentukan harga dan demikian mendikte dan merugikan konsumen. Sebagaimana dikatakan velasquez,” perusahaan penyuap bisa menetapkan harga yang lebih tinggi, melakukan pemborosan sumber daya, dan mengabaikan kualitas dan kontrol biaya karena monopoli yang diperolehnya melalui suap akan menjamin keuntungan yang besar tanpa perlu membuat harga atau kualitas produknya kompetitif dengan harga atau kualitas produk perusahaan lain.sebelum kita lihat jauh aspek moral dari suap ini ada baiknya perlu dibuat pembedaan antara suap dan tip.
Tip adalah bentuk perilaku etis sebagai ungkapan perusahaan atas jasa orang lain. Suap justru berbeda sekali dengan tip. Suap di berikan sebelum pelayanan dan bantuan diberikan, yang merupakan syarat bagi pelaksanaan pelayanan dan bantuan tersebut yang sesungguhnya sudah menjadi tugas tanggung jawab dan kewajiban pihak pelaksana itu. Maka bisa ditebak bahwa dalam kasus tertentu suap menjadi semacam intimidasi.Tentu saja dalam budaya kita tip pun bisa berubah hakikat menjadi suap. Misalnya pihak tertentu yang diberi tip selalu merasa seakan terikat secara moral untuk memuluskan jalan bagi pemberi tip dalam relasi selanjutnya di kemudian hari. Demikian pula pihak yang pernah memberi tip tak harus menganggap pihak penerima tip tadi sebagai “tak tau balas budi”. Kalau itu terjadi,tip yang semula merupakan tanda terima kasih telah berubah fungsi menjadi suap karena itu, si pemberi itu sendiri yang sebenarnya punya motifasi jelek.
Sebelum kita lihat lebih lanjut aspek moral dari suap ini, ada baiknya perlu dibuat pembedaan antara suap dan tip. Tip adalah hadiah atau pemberian cuma-cuma yang diberikan kepada seseorang atau pihak tertentu sebagai tanda terima kasih atas bantuan atau pelayanan yang telah diberikannya, kendati bantuan atau pelayanan itu merupakan tugas dan tanggung jawabnya. Intinya adalah bahwa pemberian sebagai tip selalu diberikan setelah pelayanan atau bantuan diberikan dan karena itu tidak menjadi syarat bagi pelaksanaan pelayanan atau bantuan tersebut. Demikian pula, dalam praktek tip, yang berinisiatif memberi adalah pihak yang mendapat pelayanan atau bantuan tersebut. Maka, tip adalah bentuk perilaku etis sebagai ungkapan penghargaan yang tulus atas jasa orang lain.
Dalam kaitan dengan itu, tip tidak menjadi alat intimidasi secara halus atau lunak dan samar-samar. Maka, kalaupun tip tidak diberikan pelayanan berjalan seperti biasa, termasuk pelayanan-pelayanan lain di kemudian hari. Pelayanan dan bantuan tidak mengalami perubahan entah ada atau tidak ada tip. Pihak yang memberi bantuan dan pelayanan pun tidak menggantungkan pelayanan dan bantuan itu pada tip.
Suap justru berbeda sekali dengan tip. Suap diberikan sebelum pelayanan atau bantuan diberikan dan merupakan syarat bagi pelaksanaan pelayanan dan bantuan tersebut yang sesungguhnya sudah menjadi tugas, tanggung jawab dan kewajiban pihak pelaksana itu. Dengan demikian suap sangat mempengaruhi dan menentukan seluruh pelaksanaan pelayanan, bantuan, dan transaksi selanjutnya. Bahkan dalam kasus suap, yang berinisiatif, secara halus, samar-samar atau terang-terangan, adalah pihak yang mendapat suap itu. Yaitu, pihak pemberi jasa. Maka, bisa ditebak bahwa dalam kasus tertentu suap menjadi semacam intimidasi.
Atas dasar perbedaan diatas, dapat dikatakan bahwa tip tidak menimbulkan persoalan etis, sedangkan suap justru menimbulkan berbagai macam persoalan etis. Tentu saja, dalam budaya kita, tip pun bisa berubah hakekatnya menjadi suap. Misalnya, pihak tertentu yang diberi tip lalu merasa seakan terikat secara moral untuk memuluskan jalan bagi pemberi tip dalam relasi selanjutnya di kemudian hari. Termasuk didalamnya, dengan tip penerima secara positif mereka seakan berutang budi dan dengan demikian dengan penuh resiko ingin membalas kebaikan tersebut dengan melakukan manipulasi tertentu. Ini sangat disayangkan karena sesungguhnya tidak perlu terjadi. Demikian pula sebaliknya, pihak pemberi tip cenderung menganggap tip sebagai pengikat dan pelicin bagi urusan selanjutnya. Padahal tidak perlu. Dalam hal ini, sebaiknya pihak penerima tetap saja menerimanya, tapi tidak perlu terpengaruh dengan itu. Katakan saja, kalau dalam “proyek” selanjutnya perusahaan yang telah memberinya tip tidak memenuhi kualifikasi, pihak penerima tip tadi tidak harus melakukan manipulasi untuk memenangkan perusahaan yang pernah memberinya tip tadi. Demikian pula, pihak yang pernah memberi tip tak harus menganggap pihak penerima tip tadi sebagai “tak tahu balas budi”. Kalau itu terjadi, tip- yang semula merupakan tanda terima kasih- telah berubah fungsi menjadi suap. Karena itu, si pembeli itu sendiri yang sebenarnya punya motivasi jelek.
Jadi, dengan adanya tip atau tidak, pihak yang berwenang- pemberi jasa- seharusnya hanya mendasarkan dirinya pada prinsip kualifikasi: kualitas dan keunggulan objektif, atau, dalam kaitan dengan prosedural, yang datang pertama mendapatkan pelayanan pertama. Kalau ini benar-benar dipegang, tip akan tetap menjadi praktek budaya yang baik dan tidak berubah hakikat menjadi suap yang merusak.
Ada beberapa masalah etis yang terkait dengan praktek suap. Masalah-masalah tersebut sedikit banyaknya punya kemiripan dengan masalah yang ditimbulkan oleh monopoli dan oligopoli. Yang pertama adalah bahwa praktek suap adalah praktek yang tidak fair, tidak adil. Dengan suap pihak lain disingkirkan bukan karena atas dasar objektif, melainkan karena permainan kotor bernama suap.
Dalam kaitan dengan itu, suap juga menimbulkan masalah ketidakadilan distributif. Ketidakadilan distributif akibat praktek suap muncul dalam beberapa wujud. Misalnya, kelompok tertentu yang mendapat proyek, atau diberi hak monopoli impor, ekspor, atau penjualan produk tertentu, lalu dengan mudah menjadi kaya raya melalui cara yang tidak fair. Dana masyarakat yang seharusnya bisa terbagi  secara merata di antara berbagai pengusaha melalui mekanisme persaingan murni dalam pasar, lalu hanya berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Akibatnya, terjadi jurang dan ketimpangan sosial ekonomi. Ini lebih terasa lagi kalau suap dilakukan oleh perusahaan besar, yang karena itu mampu membayar nilai suap paling besar, dan dengan suap itu ia mendapat monopoli atau perlindungan untuk menggarap proyek tertentu yang memang sangat menguntungkan. Terjadilah penumpukan atau konsentrasi kekayaan pada kelompok tertentu.
Dalam wujud yang lain, ketidakadilan distributif juga muncul dalam bentuk pembayaran upah buruh yang rendah. Maksudnya, dalam pasar yang masih memungkinkan untuk adanya persaingan, demi tetap menjaga daya saing perusahaan penyuap, biaya untuk suap diperoleh dengan cara menekan upah buruh serendah mungkin. Ini terutama terjadi dalam kaitan dengan perusahaan dalam negeri yang berorientasi ekspor. Di dalam negeri perusahaan tersebut melakukan suap untuk mendapat perlindungan dari pemerintah, tetapi pada taraf global ia harus tetap bersaing dengan perusahaan dari negara lain. Untuk bisa kompetitif, biaya produksi ditekan serendah mungkin. Jalan yang ditempuh untuk itu adalah dengan menekan upah buruh. Padahal, seandainya tanpa suap, upah buruh bisa lebih tinggi karena alokasi untuk suap bisa dipakai untuk meningkatkan upah buruh. Dengan menekan upah buruh, ketimpangan ekonomi antara kelas buruh dan kelas pemilik modal tetap lebar kalau bukan semakin lebar.
E.  Undang-undang anti monopoli
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besar dalam banyak hal praktek monopoli, oigopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan karena merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana juga ditempuh oleh negara maju semacam amerika,adalah undang-undang anti monopoli.dalam undang-undang anti monopoli itu sudah terkandung pula larangan untuk oligopoli dan suap.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1995 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM
 Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan, antana lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat.
Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, didorong oleh kebijakan pembangunan  di  berbagai bidang, termasuk kebijakan  pembangunan  bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Rencana Pembangunan Lima Tahunan, serta berbagai kebijakan ekonomi Iainnya. Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan, khususnya dalam pembangunan ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan adanya kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan usaha swasta sejak awal tahun 1990-an.
Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan  di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut, di satu  sisi diwarnai  oleh  berbagai  bentuk kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar  merupakan perwujudan dan kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.
Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk keadaan. Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik.
Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi  dan  sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing.
Memperhatikan   situasi   dan   kondisi  tersebut  di  atas , agar    dunia  usaha  dapat  tumbuh  serta  berkembang  secara  sehat  dan  benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan  kekuatan  ekonomi   pada  perorangan  atau  kelompok  tertentu, antara  lain   dalam   bentuk   praktek  monopoli  dan  persaingan usaha  tidak  sehat  yang  merugikan masyarakat , yang  bertentangan dengan cita - cita keadilan sosial. Oleh karena itu, perlu  disusun  Undang – undang  tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan   aturan    hukum   dan   memberikan   perlindungan   yang   sama  bagi  setiap   pelaku   usaha   di   dalam   upaya   untuk   menciptakan   persaingan usaha  yang  sehat. Undang - undang  ini  memberikan  jaminan  kepastian  hukum  untuk  lebih  mendorong   percepatan  pembangunan  ekonomi  dalam  upaya   meningkatkan   kesejahteraan  umum , serta  sebagai   implementasi   dan  semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.
Agar implementasi undang - undang ini serta peraturan pelaksananya dapat berjalan  efektif  sesuai  asas dan tujuannya , maka  perlu   dibentuk  Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yaitu  lembaga  independen  yang terlepas  dan  pengaruh pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan persaingan  usaha  dan  menjatuhkan  sanksi.  Sanksi  tersebut  berupa  tindakan  administratif, sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.
Secara umum, materi dari Undang-undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang terdiri dari:
1.    Perjanjian yang dilarang;
2.    Kegiatan yang dilarang;
3.    Posisi dominan;
4.    Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5.    Penegakan hukum;
6.    ketentuan lain-lain.
Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan untuk: menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen; menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang; mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Monopoli adalah suatu sistem dalam pasar di man hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut .Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk di dalamnya. Karena itu hampir tidak ada persaingan berarti.
Suatu Industri dikatakan berstruktur monopoli (monopoly) bila hanya ada satu produsen atau penjual (single firm) tanpa pesaing langsung atau tidak langsung, baik nyata maupun potensial. Output yang dihasilkan tidak mempunyai substitusi (close substitution).
Perusahaan tidak memiliki pesaing karena adanya hambatan (barrier to entry) bagi perusahaan lain untuk memasuki industri yang bersangkutan. Dilihat dari penyebabnya, hambatan masuk dikelompokan menjadi hambatan teknis (technical barriers to entry) Ketidak mampuan bersaing secara teknis menyebabkan perusahaan lain sulit bersaing dengan perusahaan yang sudah ada (existing firm). Keunggulan secara teknis ini disebabkan oleh beberapa hal, dan hambatan legalitas (legal barriers to entry). Perusahaan tersebut bisa jadi memiliki hak paten dan hak cipta yang melarang perusahaan lain menggunakan proses produksi tertentu atau melarang menghasilkan produk yang sama.
Pertama adalah monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli Alamiah lahir secara fair yaitu karena keunggulan tehnologi, keunggulan managemen, keunggulan komposisi ramuan produk tertentu yang di gemari konsumen tanpa bisa di tiru perusahaan lain, dan semacamnya. contoh yang paling jelas adalah industri telepon, air, dan listrik. Umumnya perusahaan yang memonopoli industri semacam ini adalah perusahaan pemerintah demi efisien dan kepentingan bersama.


Monopoli artifisial merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, Bahkan kepentingan mayoritas masyarakat. Monopoli artifisial umumnya bersifat sepihak sewenang-wenang, dan karena itu dianggap curang.kalaupun monopoli itu didasarkan pada alasan rasional misalnya demi perlindungan industri dalam negeri atau demi meningkatkan daya saing ekonomi kita,prosedurnya tidak pernah transparan disertai kriteria objektif  bagi perusahaan yang pantas untuk mendapat monopoli itu.
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besar dalam banyak hal praktek monopoli, oigopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan karena merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana juga ditempuh oleh negara maju semacam amerika,adalah undang-undang anti monopoli.dalam undang-undang anti monopoli itu sudah terkandung pula larangan untuk oligopoli dan suap. Yaitu pada UU RI NO 5 Tahun 1995, tentang larangan Praktek Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat umum.

















DAFTAR PUSTAKA

Keraf A. Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius: Yogyakarta.
Adiwarman A. Karim. 2012. Ekonomi Mikro Islami Edisi ke Empat. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta.
Rahardja Prathama, Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
KPPU, 1999, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan tidak Sehat. Diakses tanggal 07-05-2015 tersedia di: Website KPPU,Jakarta.


No comments:

Post a Comment