MONOPOLI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas Terstruktur Matakuliah Etika Bisnis Syariah
Dibina
Oleh: Ibu Hj. Didah Durrotun Nafisah, M.Ag
Kelompok
5:
Ali M. Fauzi (1133070012)
Alif M. Rizal (1133070013)
Amal Kamaludin (1133070016)
Ananda (1133070018)
Astri Hapsari N. (1133070029)
Cepy Wildan Anwar (1133070039)
Dali Aburisman Muslim (1133070041)
JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai “Monopoli Dan Kebijakan Pemerintah”
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai sumber informasi yang kami cari
dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan
dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta
kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.
Pengertian
Monopoli................................................................................. 2
B.
Faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya Monopoli........................ 5
C.
Macam-macam
Monopoli.......................................................................... 6
D.
Oligopoli................................................................................................... 11
E.
Undamg-undang
Anti-Monopoli............................................................ 19
BAB III PENUTUP............................................................................................ 20
A. Kesimpulan.............................................................................................. 20
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sistem
ekonomi pasar bebas, pasar bebas dianggap sebagai sistem yang lebih baik dan
lebih akomodatif terhadap etika bisnis. Kegiatan bisnis lebih bisa diharapkan
berjalan secara baik dan fair.
Kebijakan
pemerintah dalam bidang ekonomi telah berhasil menumbuhkan korporasi raksasa
dan konglomerasi yang menguasai dan memonopoli perekonomian Indonesia.
Dunia perekonomian dimonopoli oleh beberapa gelintir pengusaha yang mempunyai
ikatan romantis dengan penguasa. Monopoli pasar yang dilakukan oleh
pengusaha ternyata tidak diikuti dengan tanggung jawab sosial korporasi sehinga
pelaku usaha/pengusaha/konglomerat melakukan dua kejahatan sekaligus, yaitu
memonopoli pasar dan kejahatan korporasi berupa tidak adanya tanggung jawab
korporasi.
Kebijaksanaan
pemerintah yang lebih akomodatif dan kondusif bagi kegiatan bisnis yang baik
dan etis; pada tempat pertama ada baiknya kita tinjau secara sekilas mengenai
monopoli, oligopoli, dan suap serta masalah etis yang ditimbulkannya. Setelah
melihat monopoli dan oligopoli serta masalah-masalah etis yang berkaitan dengan
itu, kita akan mengusulkan perlunya undang-undang anti-monopoli dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian dari Monopoli?
2.
Apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya Monopoli?
3.
Apa saja Jenis dari monopoli?
4.
Bagaimana Kebijakan pemerintah mengenai Monopoli?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian Monopoli.
2.
Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan timbulnya
Monopoli.
3.
Untuk mengetahui jenis dari Monopoli.
4.
Untuk mengetahui Bagaimana Kebijakan pemerintah
mengenai Monopoli.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Monopoli
Monopoli
adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir
perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya
pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk
masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut. Monopoli secara harfiah
berarti di pasar hanya ada satu penjual. Frank Fisher menjelaskan kekuatan
monopoli sebagai “the ability to act in unconstrained way” (kemampuan bertindak
dalam menentukan harga dengan caranya sendiri). Sedangkan menurut basenko
menjelaskan monopoli sebagai penjual yang menghadapi “little or no competition”
(kecil atau tidak ada persaingan) di pasar.
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana
hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas
tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan
atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tertentu.
Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara
pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan
berarti.
Monopoli adalah suatu sistem dalam pasar di man hanya
ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu
yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau
pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut .Dengan
kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak
lain sulit masuk di dalamnya. Karena itu hampir tidak ada persaingan berarti.
Suatu Industri dikatakan berstruktur monopoli
(monopoly) bila hanya ada satu produsen atau penjual (single firm) tanpa
pesaing langsung atau tidak langsung, baik nyata maupun potensial. Output yang
dihasilkan tidak mempunyai substitusi (close substitution).
Dalam Islam keberadaan satu penjual di pasar, atau
tidak adanya pesaing, atau kecilnya persaingan bukanlah hal yang terlarang.
Siapapun boleh berdagang tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual atau ada
penjual lain. Jadi monopoli secara harfiah boleh-boleh saja.
Ciri-ciri pasar monopoli:
1.
Dalam industri hanya terdapat sebuah perusahaan
2.
Produk yang dihasilkan tidak memiliki pengganti yang
sempurna
3.
Perusahaan baru sulit memiliki industri
4.
Perusahaan memiliki kemampuan menentukan harga atau
price maker
5.
Promosi iklan kurang di perlukan
B. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
monopoli:
Perusahaan tidak memiliki pesaing karena adanya
hambatan (barrier to entry) bagi perusahaan lain untuk memasuki industri yang
bersangkutan. Dilihat dari penyebabnya, hambatan masuk dikelompokan menjadi
hambatan teknis (technical barriers to entry) dan hambatan legalitas (legal
barriers to entry).
a) Hambatan Teknis (technical barriers to
entry)
Ketidak mampuan
bersaing secara teknis menyebabkan perusahaan lain sulit bersaing dengan
perusahaan yang sudah ada (existing firm). Keunggulan secara teknis ini
disebabkan oleh beberapa hal.
1.
Perusahaan mungkin menguasai sepenuhnya persediaan bahan
baku yang di butuhkan untuk memproduksi bahan.
Contohnya : hingga perang dunia II, perusahaan aluminium Amerika
menguasai hampir setiap sumber bauksit (bahan baku aluminium) dan dengan
demikian perusahaan tersebut bisa memonopoli produksi aluminium di Amerika
Serikat.
2. Tingginya
tingkat efisiensi memungkinkan perusahaan monopolis mempunyai kurva biaya (MC
dan AC) yang menurun. Makin besar skala produksinya, biaya marjinal makin
menurun, sehingga biaya produksi per unit (AC) makin rendah (decreasing MC dan
AC).
3. Dalam
industri tertentu bisa saja terjadi skala ekonomis (artinya, kurva biaya
rata-rata jangka panjangnya bisa menurun) jika jumlah output yang dihasilkan
cukup besar, sehingga terdapat satu perusahaan yang memenuhi kebutuhan seluruh
pasar (monopoli alamiah).
b) Hambatan Legalitas (legal barriers to
entry).
1.
Perusahaan tersebut bisa jadi memiliki hak paten dan
hak cipta yang melarang perusahaan lain menggunakan proses produksi tertentu
atau melarang menghasilkan produk yang sama. Misalnya ketika Cellophane
diperkenalkan, DuPont memiliki kekuatan monopoli dalam proses produksinya
karena memiliki hak paten. Demikian pula, Xerox memiliki kekuatan monopoli atas
mesin fotocopy dan polaroid atas produksi kamera foto langsung jadi.
2.
Monopoli bisa terjadi akibat adanya hak monopoli
pemerintah contoh paling tepat terjadinya monopoli karena adanya hak monopoli
dari pemerintah adalah kantor pos
C. Macam-macam Monopoli
Pertama adalah
monopoli alamiah dan yang kedua
adalah monopoli artifisial.
·
Monopoli alamiah lahir karena
mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena
kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan
perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara
memadai oleh perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini sesungguhnya pasar
bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan lain bebas masuk dalam jenis industri
yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan
monopolistis tadi. Sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasai pasar
dalam jenis industri pasar tersebut. Tidak ada persoalan moral yang serius
dengan jenis monopoli ini, monopoli itu dinikmati karena kondisi objektif.Jadi,
monopoli ini lahir secara fair yaitu karena keunggulan tehnologi, keunggulan
managemen, keunggulan komposisi ramuan produk tertentu yang di gemari konsumen
tanpa bisa di tiru perusahaan lain, dan semacamnya. contoh yang paling jelas
adalah industri telepon, air, dan listrik. Umumnya perusahaan yang memonopoli
industri semacam ini adalah perusahaan pemerintah demi efisien dan kepentingan
bersama.
Di sini terlihat
jelas bahwa kendati secara historis pasar bebas lahir untuk menghapus monopoli
yang dikenal dalam sistem ekonomi merkantilistis, pasar sendiri dapat
melahirkan jenis monopoli tertentu berupa monopoli alamiah. Hanya saja, tidak
ada persoalan moral yang serius dengan jenis monopoli ini, karena monopoli itu
dinikmati karena kondisi objektif. Jadi, monopoli ini lahir secara fair, yaitu
karena keunggulan teknologi, keunggulan manajemen, keunggulan komposisi ramuan
produk tertentu yang digemari konsumen tanpa bisa ditiru perusahaan lain, dan
semacamnya. Monopoli ini lahir tanpa direkayasa dan tanpa dukungan politik apa
pun, melainkan karena keunggulan, keuletan, kejelian, membaca selera konsumen,
dan seterusnya. Maka, tidak ada yang akan mempersoalkan dan menentang jenis
monopoli semacam ini.
Termasuk dalam
jenis monopoli ini adalah apa yang Milton Friedman sebagai monopoli karena
pertimbangan-pertimbangan teknis. Yang dimaksudkan adalah bahwa berdasarkan
pertimbangan teknis tertentu, jauh lebih efisien dan ekonomis kalau industri
tertentu hanya dikuasai oleh satu perusahaan saja dan bukunya banyak. Contoh
yang paling jelas adalah industri telepon, air, dan listrik. Umumnya,
perusahaan yang memonopoli industri semacam ini adalah perusahaan pemerintah
demi efisiensi dan demi kepentingan bersama. Jadi, jenis monopoli ini pun tidak
banyak menimbulkan persoalan etis.
·
Monopoli artifisial lahir karena
persengkongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa
demi melindungi kepentingan kelompok usaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa
lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional
misalnya demi melindungi industri dalam negeri, demi memenuhi ekonomic scale
dan seterusnya.pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan
bisa dari yang samar-samar dan besar muatan idiologisnya sampai pada yang kasar
dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada
akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan
kepentingan kelompok lain, Bahkan kepentingan mayoritas masyarakat. Monopoli
artifisial umumnya bersifat sepihak sewenang-wenang, dan karena itu dianggap
curang.kalaupun monopoli itu didasarkan pada alasan rasional misalnya demi
perlindungan industri dalam negeri atau demi meningkatkan daya saing ekonomi
kita,prosedurnya tidak pernah transparan disertai kriteria objektif bagi perusahaan yang pantas untuk mendapat
monopoli itu.
Sumber paling
pokok dari monopoli ini adalah bantuan dari pemerintah entah secara langsung
atau tidak langsung, demi melindungi kepentingan bisnis kelompok tertentu
dengan mengorbankan kepentingan bisnis kelompok lain, atau mengorbankan
kepentingan bersama,atau pula dengan mengorbankan rasa keadilan dalam
masyarakat. Jadi pemerintah memberikan dukungan bahkan perlindungan politik
secara istimewa melalui aturan dan kebijaksanaan politik ekonomi tertentu, yang
pada akhirnya akan menghambat perusahaan dan kelompok usaha lain untuk masuk
dalam bisnis industri yang sama,demi kepentingan perusahaan monopolistis
tersebut.
Monopoli
artificial yang didasarkan pada pertimbangan yang rasional tertentu
sesungguhnya tidak menjadi soal kalau kebijaksanaan yang menopolistis itu tetap
mengindahkan prosedur yang fair dan adil, terbuka, dan dapat
dipertanggungjawabkan tidak hanya secara politis melainkan juga secara moral.
Yang jadi soal adalah, kalaupun ada pertimbangan yang rasional dan objektif,
tidak ad prosedur yang fair, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan yang
memungkinkan terbukanya peluang yang sama dan fair bagi kompetisi sebelum
memenangkan monopoli artificial itu. Monopoli artificial umumnya bersifat
sepihak, sewenang-wenang, dan karena itu dianggap curang. Kalaupun monopoli itu
didasarkan pada alasan rasional, misalnya demi perlindungan industri dalam
negeri atau demi meningkatkan daya saing ekonomi kita, prosedurnya tidak pernah
transparan disertai kriteria objektif bagi perusahaan yang pantas untuk
mendapat monopoli itu. Maka, timbul pertanyaan yang sangat masuk akal: mengapa
perusahaan x yang ditunjuk atau yang mendapat proyek itu dan bukan perusahaan
lain. Apa alasan dan pertimbangan rasional penunjukan itu? Apakah proyek itu
juga terbuka bagi semua perusahaan lain? Kalau begitu, apa kriteria objektif
yang telah menyebabkan perusahaan x yang dipilih? Monopoli atas proyek
tersebut-misalnya dengan alasan rasional demi melindungi industri dalam
negeri-tentu tidak dipersoalkan .Yang menjadi soal adalah penunjukan sepihak
dan tertutup itu.
Yang paling buruk
adalah monopoli artificial tanpa ada pertimbangan rasional dan objektif. Sumber
paling pokok dari monopoli ini adalah bantuan dari pemerintah entah secara
langsung atau tidak langsung, demi melindungi kepentingan bisnis kelompok lain,
atau mengorbankan kepentingan bersama, atau pula dengan mengorbankan rasa
keadilan dalam masyarakat. Jadi, pemerintah memberi dukungan, bahkan
perlindungan politik secara istimewa, melalui aturan atau kebijaksanaan politik
ekonomi tertentu, yang pada akhirnya akan menghambat perusahaan dan kelompok
usaha lain untuk masuk dalam jenis industri yang sama,demi kepentingan
perusahaan monopolistis tertentu.
Berbeda dengan
monopoli alamiah, monopoli antifisial menimbulkan beberapa masalah etis yang
pelik. Pertama, masalah keadilan. Salah satu aspek keadilan yang dilanggar oleh
praktek monopoli artificial adalah dilanggarnya prinsip perlakuan yang sama
bagi semua pengusaha atau kelompok bisnis. Dengan praktek monopoli ada kelompok
yang diperlakukan secara istimewa, bahkan tanpa alasan yang rasional, sementara
yang lain disingkirkan secara menyakitkan dan secara tidak fair. Mereka
terpaksa dan dipaksa mengalah demi kepentingan kelompok tertentu dengan kedok
kepentingan nasional. Maka, jelas ada kelompok pengusaha yang dirugikan.
Dalam kaitan
dengan ini yang juga menyakitkan dan menimbulkan persoalan etis adalah bahwa
negara yang seharusnya bersikap netral tak berpihak, dengan praktek monopoli
itu telah bertindak secara sepihak. Ini sungguh menyakitkan karena negara telah
memainkan dan mempraktekkan politik diskriminasi dalam bidang ekonomi.
Praktek monopoli
artificial, termasuk yang rasional sekalipun, juga tidak adil karena tidak ada
prosedur yang fair dan jelas. Dengan kata lain, monopoli juga melanggar aspek
keadilan lainnya berupa keadilan prosedural (procedural justice), yaitu
tuntutan agar pihak yang dipilih adalah pihak yang paling memenuhi semua
ketentuan dan prosedur yang ada dan lolos dari prosedur yang benar-benar
objektif.
Yang juga mengalami
perlakuan tidak adil adalah konsumen atau masyarakat pada umumnya. Masyarakat
dirugikan baik karena dipaksa dan terpaksa membeli produk dari perusahaan
monopolistis maupun karena direnggut kebebasannya untuk memilih diantara
berbagai alternatif barang kebutuhannya, yang akan terbuka baginya kalau pasar
dibiarkan terbuka. Dengan monopoli tidak ada lagi kemungkinan lain bagi
konsumen untuk memilih secara bebas. Bahkan konsumen merasa didikte oleh
produsen yang bertindak sewenang-wenang karena merasa dilindungi secara
politis. Apalagi, dengan monopoli harga produk tersebut menjadi jauh lebih
mahal daripada harga pasar yang sebenarnya.
Masalah kedua yang
ditimbulkan oleh praktek monopoli artificial adalah ketimpangan ekonomi atau
apa yang disebut sebagai ketidakadilan distributive. Yang dimaksudkan disini
adalah bahwa monopoli menimbulkan ketimpangan atau distribusi ekonomi yang
tidak merata antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Dengan
monopoli artificial, kelompok tertentu mengakumulasi keuntungan dan kekayaan
secara melimpah ruah, gampang, dan melalui car yang curang sementara kelompok
yang lain terpinggirkan kalau bukan semakin miskin. Kelompok yang mendapat
monopoli memperoleh kesempatan bisnis dan perlindungan politik untuk menjadi
semakin kaya sementara yang lain dibiarkan berjuang sendiri kalau bukan
bangkrut. Memang monopoli alamiah pun dalam arti tertentu dapat dapat
menyebabkan ketimpangan ekonomi karena perusahaan monopolistis akan menjadi
lebih unggul dan kaya sementara yang lainnya tidak. Namun, persoalannya bahwa
tidak ada yang salah dengan keuntungan atau kekayaan yang diperoleh melalui
cara yang halal dan fair, yaitu melalui keunggulan objektif perusahaan
tersebut. Tidak ada yang salah kalau perusahaan yang unggul dalam manajemen, dalam
mutu, dalam pemenuhan selera, dan seterusnya meraup untung besar karena dalam
pasar lebih disukai konsumen. Baru itu menjadi soal kalau kekayaan itu
diperoleh secara tidak halal dan tidak fair melalui monopoli dengan bantuan
perlindungan pemerintah.
Masalah ketiga
yang ditimbulkan oleh praktek monopoli artificial adalah terlanggarnya
kebebasan baik pada konsumen maupun pada pengusaha. Seperti telah dikatakan,
konsumen tidak punya pilihan lain selain produk dari perusahaan monopolis.
Demikian pula, konsumen tidak bisa secara bebas memilih barang atau jasa yang
sesuai dengan kemampuan ekonominya karena hanya ada satu produk dengan harga
yang telah dipatok tersebut. Sementara itu, pengusaha lain jelas tidak bisa
menikmati kebebasan berusaha karena hambatan yang secara sengaja diciptakan
untuk melindungi perusahaan monopolistis. Ini benar-benar tidak etis dan
merusak mekanisme pasar yang fair.
D. Oligopoli
Oligopoli adalah salah satu bentuk monopoli tetapi
agak berbeda yakni pasar dimana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh
beberapa perusahaan.Inti dari oligopoli adalah bahwa beberapa perusahaan
sepakat baik secara tersirat maupun tersurat untuk menetapkan harga produk dari
industri sejenis pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari harga berdasarkan
mekanisme murni dalam pasar.Dalam hal ini setiap perusahaan sejenis sangat peka
terhadap harga dan strategi pasar yang di ambil oleh masing-masing perusahaan.
Dengan demikian, baik secara tersirat (diam-diam)
maupun secara tersurat (melalui perjanjian) mereka akan menyesuaikan harga dan
strategi pasar sesuai dengan langkah yang ditempuh perusahaan lain.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan
dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, dimana keuntungan
yang mereka dapatkan tergantung dari tindak tanduk pesaing mereka. Sehingga
semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga dan
sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing
mereka. Struktur plasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang
memiliki capital intensive yang tinggi seperti industri semen,mobil,dan
industri kertas.
Inti dari oligopoli adalah bahwa beberapa perusahaan
sepakat baik secara tersirat maupun tersurat untuk menetapkan harga produk dari
industri sejenis pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari harga berdasarkan
mekanisme murni dalam pasar. Dalam hal ini setiap perusahaan sejenis sangat
peka terhadap harga dan strategi pasar yang diambil oleh masing-masing
perusahaan. Dengan demikian, baik secara tersirat (diam-diam) maupun secara
tersurat (melalui perjanjian) mereka kan menyesuaikan harga dan strategi pasar
sesuai dengan langkah yang ditempuh perusahaan lain.
Kalau dalam praktek monopoli artificial perusahaan
tertentu melakukan kolusi dengan penguasa demi mengalahkan, atau lebih tepat
menyingkirkan, perusahaan lain, maka dalam praktek oligopoli yang terjadi
adalah persekongkolan antara beberapa perusahaan sejenis dengan tujuan utama
untuk mengalahkan dan mendikte konsumen. Artinya, dari pada didikte oleh pasar
(konsumen), perusahaan-perusahaan tertentu bersekongkol untuk mendikte pasar,
dan dengan demikian mendikte konsumen melalui kebijaksanaan harga yang lebih
tinggi atau ketat. Memang efek sampingannya adalah bahwa perusahaan yang lain
akan sulit masuk dalam industri sejenis tersebut, tetapi sesungguhnya yang
ingin “diperangi” adalah konsumen.
Selain praktek oligopoli secara merger, yaitu
penggabungan beberapa perusahaan yang sebelumnya bersaing satu sama lain
menjadi satu perusahaan raksasa, juga dikenal dua bentuk praktek oligopoly
lainnya sebagai berikut. Bentuk pertama adalah kartel atau juga dikenal sebagai
persetujuan tersurat. Dalam praktek ini manajer dari beberapa perusahaan
sejenis bertemu dan mengadakan persetujuan secara tersurat untuk membatasi
persaingan di antara mereka dengan menetapkan harga jual produk mereka jauh di
atas harga normal dalam pasar. Tujuan akhirnya adalah untuk meraup keuntungan
sebesar-besarnya bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat.
Ada banyak praktek oligopoli jenis ini. Dua yang
paling umum dikenal adalah price-fixing dan manipulasi penawaran. Dalam praktek
price-fixing, perusahaan-perusahaan oligopolies sepakat untuk menetapkan harga
lebih tinggi dan memaksa konsumen untuk menerima harga tersebut. Dalam praktek manipulasi
penawaran, perusahaan-perusahaan oligopolistis sepakat untuk menangguhkan
produksi untuk kurun waktu tertentu atau untuk menghentikan penawaran dalam
kurun waktu tertentu sehingga terjadi kelangkaan dalam pasar. Akibatnya, akan
melonjak permintaan yang dengan sendirinya akan diikuti oleh naiknya harga
produk dari perusahaan-perusahaan oligopolistis tadi. Dengan praktek manipulasi
penawaran, timbul kesan seakan-akan pasarlah yang menyebabkan harga naik. Jadi,
kenaikan harga adalah akibat dari manipulasi perusahaan-perusahaan tersebut.
Bentuk lain dari praktek oligopoli adalah price
leadership atau juga dikenal sebagai persetujuan diam-diam. Yang terjadi adalah
bahwa sudah ada semacam kesepakatan diam-diam di antara perusahaan-perusahaan
sejenis untuk menaikkan atau sebaliknya menurunkan harga produk mereka
mengikuti langkah yang diambil oleh salah satu dari perusahaan sejenis. Pihak
yang berinisiatif untuk menaikkan atau menurunkan harga tersebut lalu dikenal
sebagai price leader-biasanya perusahaan yang paling menonjol. Asumsi dibalik praktek
ini adalah dari pada bersaing satu sama lain melalui tingkat harga produk
sejenis yang beragam, lebih baik “bersekongkol” dengan menjual produknya pada
tingkat harga yang sama. Kalau mereka bersaing satu sama lain, yang rugi adalah
produsen-produsen itu sendiri, sebaliknya yang untung adalah konsumen. Maka,
dari pada sling bersaing dan merugikan produsen sendiri, lebih baik
bersekongkol dengan satu tingkat harga, yang akan lebih menguntungkan produsen
dan merugikan konsumen.
Dengan melihat praktek oligopoli diatas, terlihat
jelas bahwa persoalan etis yang muncul dari praktek oligopoli tidak jauh
berbeda dari persoalan yang muncul dalam praktek monopoli. Hanya saja, yang
paling yang paling dirugikan dengan praktek oligopoli adalah pihak konsumen.
Konsumen diperlakukan secara tidak adil karena dirugikan dan banyak hal tidak
bebas menentukan pilihannya baik dalam hal jenis barang maupun harga yang
kompetitif. Yang juga menakutkan adalah bahwa praktek oligopoly tidak hanya
merusak mekanisme pasar dan juga kepentingan masyarakat, melainkan juga
menumpuk kekuatan ekonomi dan juga politik dalam kelompok tertentu. Akibat
lebih lanjut, perusahaan oligopolistis yang lebih besar dan punya jaringan dan
ikatan yang raksasa tadi tidak hanya mendikte pasar, dalam hal ini berarti
konsumen atau masyarakat luas, melainkan juga pada akhirnya bisa mendikte
pemerintah untuk tunduk pada kepentingan mereka. Karena itu, kalau satu
perusahaan telah menaikkan-atau dalam kasus tertentu menurunkan-harga
produknya, dengan serta-merta perusahaan lain pun akan melakukan hal yang sama.
Maka, persaingan diantara mereka lalu tidak terjadi.
Ini sungguh menakutkan. Dalam hal monopoli artificial
yang muncul karena dukungan dan kolusi dengan pemerintah, pemerintah masih
punya posisi kuat untuk menjinakkan kekuatan ekonomi monopolistis dalam
kekuasaan pemerintah. Pada perusahaan oligopolistis, kekuatan dan kekuasaan
ekonomi dan politik ini tumbuh di luar kendali pemerintah. Sampai tingkat
tertentu mereka bisa dianggap sebagai aset bangsa: bisa kuat dalam persaingan
global dan karena itu bisa mendatangkan devisa yang besar bagi negara. Ini
berarti pemerintah bisa sulit mengambil langkah tertentu untuk mengendalikan
mereka, kalau bukan malah didikte oleh perusahaan-perusahaan oligopolistis ini.
Lebih parah lagi kalau dalam kurun waktu tertentu
pemerintah membutuhkan produksi dan distribusi massal dari produk tertentu, dan
ternyata perusahaan oligopolistis ini menjadi dewa penyelamat karena kekuatan
modal dan pasar yang dimilikinya. Ini pada gilirannya akan menyulitkan posisi
pemerintah dalam mengambil sikap terhadap sepak terjang perusahaan ini.
Suap
Salah satu praktek yang sampai tingkat tertentu juga
mengarah pada monopoli dan juga merusak pasar adalah suap. Suap mengarah pada monopoli karena dengan suap penyuap mencegah
perusahaan lain untuk masuk dalam pasar untuk bersaing secara fair. Dengan
suap, perusahaan penyuap mendapat hak istimewa untuk melakukan bisnis tertentu
yang tidak bisa dimasuki oleh perusahaan lain. Melalui suap,pihak pemerintah mengeluarkan
peraturan tertentu untuk melindungi kegiatan bisnis perusahaan penyuap tadi
atau mengeluarkan langkah atau kebijaksanaan tertentu yang bertujuan untuk
melindungi perusahan penyuap tadi. Jadi, sesungguhnya suap pun berkaitan
langsung dengan monopoli. Dengan kata lain, praktek suap juga akhirnya
menyebabkan perusahaan lain kalah dan tersingkir secara menyakitkan melalui
permainan yang tidak fair. Bersamaan dengan itu, dalam situasi tertentu penyuap
sesukanya menentukan harga dan demikian mendikte dan merugikan konsumen.
Sebagaimana dikatakan velasquez,” perusahaan penyuap bisa menetapkan harga yang
lebih tinggi, melakukan pemborosan sumber daya, dan mengabaikan kualitas dan
kontrol biaya karena monopoli yang diperolehnya melalui suap akan menjamin
keuntungan yang besar tanpa perlu membuat harga atau kualitas produknya
kompetitif dengan harga atau kualitas produk perusahaan lain.sebelum kita lihat
jauh aspek moral dari suap ini ada baiknya perlu dibuat pembedaan antara suap
dan tip.
Tip adalah
bentuk perilaku etis sebagai ungkapan perusahaan atas jasa orang lain. Suap
justru berbeda sekali dengan tip. Suap di berikan sebelum pelayanan dan bantuan
diberikan, yang merupakan syarat bagi pelaksanaan pelayanan dan bantuan
tersebut yang sesungguhnya sudah menjadi tugas tanggung jawab dan kewajiban
pihak pelaksana itu. Maka bisa ditebak bahwa dalam kasus tertentu suap menjadi
semacam intimidasi.Tentu saja dalam budaya kita tip pun bisa berubah hakikat
menjadi suap. Misalnya pihak tertentu yang diberi tip selalu merasa seakan
terikat secara moral untuk memuluskan jalan bagi pemberi tip dalam relasi
selanjutnya di kemudian hari. Demikian pula pihak yang pernah memberi tip tak
harus menganggap pihak penerima tip tadi sebagai “tak tau balas budi”. Kalau
itu terjadi,tip yang semula merupakan tanda terima kasih telah berubah fungsi
menjadi suap karena itu, si pemberi itu sendiri yang sebenarnya punya motifasi
jelek.
Sebelum kita lihat lebih lanjut aspek moral dari suap
ini, ada baiknya perlu dibuat pembedaan antara suap dan tip. Tip adalah hadiah
atau pemberian cuma-cuma yang diberikan kepada seseorang atau pihak tertentu
sebagai tanda terima kasih atas bantuan atau pelayanan yang telah diberikannya,
kendati bantuan atau pelayanan itu merupakan tugas dan tanggung jawabnya.
Intinya adalah bahwa pemberian sebagai tip selalu diberikan setelah pelayanan
atau bantuan diberikan dan karena itu tidak menjadi syarat bagi pelaksanaan
pelayanan atau bantuan tersebut. Demikian pula, dalam praktek tip, yang
berinisiatif memberi adalah pihak yang mendapat pelayanan atau bantuan
tersebut. Maka, tip adalah bentuk perilaku etis sebagai ungkapan penghargaan yang
tulus atas jasa orang lain.
Dalam kaitan dengan itu, tip tidak menjadi alat
intimidasi secara halus atau lunak dan samar-samar. Maka, kalaupun tip tidak
diberikan pelayanan berjalan seperti biasa, termasuk pelayanan-pelayanan lain
di kemudian hari. Pelayanan dan bantuan tidak mengalami perubahan entah ada
atau tidak ada tip. Pihak yang memberi bantuan dan pelayanan pun tidak menggantungkan
pelayanan dan bantuan itu pada tip.
Suap justru berbeda sekali dengan tip. Suap diberikan
sebelum pelayanan atau bantuan diberikan dan merupakan syarat bagi pelaksanaan
pelayanan dan bantuan tersebut yang sesungguhnya sudah menjadi tugas, tanggung
jawab dan kewajiban pihak pelaksana itu. Dengan demikian suap sangat
mempengaruhi dan menentukan seluruh pelaksanaan pelayanan, bantuan, dan
transaksi selanjutnya. Bahkan dalam kasus suap, yang berinisiatif, secara
halus, samar-samar atau terang-terangan, adalah pihak yang mendapat suap itu.
Yaitu, pihak pemberi jasa. Maka, bisa ditebak bahwa dalam kasus tertentu suap
menjadi semacam intimidasi.
Atas dasar perbedaan diatas, dapat dikatakan bahwa
tip tidak menimbulkan persoalan etis, sedangkan suap justru menimbulkan
berbagai macam persoalan etis. Tentu saja, dalam budaya kita, tip pun bisa
berubah hakekatnya menjadi suap. Misalnya, pihak tertentu yang diberi tip lalu
merasa seakan terikat secara moral untuk memuluskan jalan bagi pemberi tip
dalam relasi selanjutnya di kemudian hari. Termasuk didalamnya, dengan tip
penerima secara positif mereka seakan berutang budi dan dengan demikian dengan
penuh resiko ingin membalas kebaikan tersebut dengan melakukan manipulasi
tertentu. Ini sangat disayangkan karena sesungguhnya tidak perlu terjadi.
Demikian pula sebaliknya, pihak pemberi tip cenderung menganggap tip sebagai
pengikat dan pelicin bagi urusan selanjutnya. Padahal tidak perlu. Dalam hal
ini, sebaiknya pihak penerima tetap saja menerimanya, tapi tidak perlu
terpengaruh dengan itu. Katakan saja, kalau dalam “proyek” selanjutnya
perusahaan yang telah memberinya tip tidak memenuhi kualifikasi, pihak penerima
tip tadi tidak harus melakukan manipulasi untuk memenangkan perusahaan yang
pernah memberinya tip tadi. Demikian pula, pihak yang pernah memberi tip tak
harus menganggap pihak penerima tip tadi sebagai “tak tahu balas budi”. Kalau
itu terjadi, tip- yang semula merupakan tanda terima kasih- telah berubah
fungsi menjadi suap. Karena itu, si pembeli itu sendiri yang sebenarnya punya
motivasi jelek.
Jadi, dengan adanya tip atau tidak, pihak yang
berwenang- pemberi jasa- seharusnya hanya mendasarkan dirinya pada prinsip
kualifikasi: kualitas dan keunggulan objektif, atau, dalam kaitan dengan
prosedural, yang datang pertama mendapatkan pelayanan pertama. Kalau ini
benar-benar dipegang, tip akan tetap menjadi praktek budaya yang baik dan tidak
berubah hakikat menjadi suap yang merusak.
Ada beberapa masalah etis yang terkait dengan praktek
suap. Masalah-masalah tersebut sedikit banyaknya punya kemiripan dengan masalah
yang ditimbulkan oleh monopoli dan oligopoli. Yang pertama adalah bahwa praktek
suap adalah praktek yang tidak fair, tidak adil. Dengan suap pihak lain
disingkirkan bukan karena atas dasar objektif, melainkan karena permainan kotor
bernama suap.
Dalam kaitan dengan itu, suap juga menimbulkan
masalah ketidakadilan distributif. Ketidakadilan distributif akibat praktek
suap muncul dalam beberapa wujud. Misalnya, kelompok tertentu yang mendapat
proyek, atau diberi hak monopoli impor, ekspor, atau penjualan produk tertentu,
lalu dengan mudah menjadi kaya raya melalui cara yang tidak fair. Dana
masyarakat yang seharusnya bisa terbagi
secara merata di antara berbagai pengusaha melalui mekanisme persaingan
murni dalam pasar, lalu hanya berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Akibatnya,
terjadi jurang dan ketimpangan sosial ekonomi. Ini lebih terasa lagi kalau suap
dilakukan oleh perusahaan besar, yang karena itu mampu membayar nilai suap
paling besar, dan dengan suap itu ia mendapat monopoli atau perlindungan untuk
menggarap proyek tertentu yang memang sangat menguntungkan. Terjadilah
penumpukan atau konsentrasi kekayaan pada kelompok tertentu.
Dalam wujud yang lain, ketidakadilan distributif juga
muncul dalam bentuk pembayaran upah buruh yang rendah. Maksudnya, dalam pasar
yang masih memungkinkan untuk adanya persaingan, demi tetap menjaga daya saing
perusahaan penyuap, biaya untuk suap diperoleh dengan cara menekan upah buruh
serendah mungkin. Ini terutama terjadi dalam kaitan dengan perusahaan dalam
negeri yang berorientasi ekspor. Di dalam negeri perusahaan tersebut melakukan
suap untuk mendapat perlindungan dari pemerintah, tetapi pada taraf global ia
harus tetap bersaing dengan perusahaan dari negara lain. Untuk bisa kompetitif,
biaya produksi ditekan serendah mungkin. Jalan yang ditempuh untuk itu adalah
dengan menekan upah buruh. Padahal, seandainya tanpa suap, upah buruh bisa
lebih tinggi karena alokasi untuk suap bisa dipakai untuk meningkatkan upah
buruh. Dengan menekan upah buruh, ketimpangan ekonomi antara kelas buruh dan
kelas pemilik modal tetap lebar kalau bukan semakin lebar.
E. Undang-undang anti monopoli
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu
kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besar dalam
banyak hal praktek monopoli, oigopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan
karena merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok
tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana juga
ditempuh oleh negara maju semacam amerika,adalah undang-undang anti
monopoli.dalam undang-undang anti monopoli itu sudah terkandung pula larangan
untuk oligopoli dan suap.
PENJELASAN
ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1995 TENTANG LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDA K
SEHAT UMUM
Pembangunan
ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak
kemajuan, antana lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat.
Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas,
didorong oleh kebijakan pembangunan
di berbagai bidang, termasuk
kebijakan pembangunan bidang ekonomi yang tertuang dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Rencana Pembangunan Lima Tahunan, serta
berbagai kebijakan ekonomi Iainnya. Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai
selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan,
khususnya dalam pembangunan ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan
adanya kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan
usaha swasta sejak awal tahun 1990-an.
Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga
dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu
dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan
di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan usaha swasta selama periode
tersebut, di satu sisi diwarnai oleh
berbagai bentuk kebijakan
Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain,
perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dan kondisi persaingan
usaha yang tidak sehat.
Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh
adanya hubungan yang terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku
usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk
keadaan. Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat
monopolistik.
Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan
mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kepada
kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi
dan sekelompok kecil pengusaha
kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati salah satu faktor
yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu
bersaing.
Memperhatikan
situasi dan kondisi
tersebut di atas , agar
dunia usaha dapat
tumbuh serta berkembang
secara sehat dan
benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta
terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi
pada perorangan atau
kelompok tertentu, antara lain
dalam bentuk praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat yang merugikan masyarakat , yang bertentangan dengan cita - cita keadilan
sosial. Oleh karena itu, perlu
disusun Undang – undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan
hukum dan memberikan
perlindungan yang sama bagi
setiap pelaku usaha
di dalam upaya
untuk menciptakan persaingan usaha yang
sehat. Undang - undang ini memberikan
jaminan kepastian hukum
untuk lebih mendorong
percepatan pembangunan ekonomi
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
umum , serta sebagai implementasi dan
semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.
Agar implementasi undang - undang ini serta peraturan
pelaksananya dapat berjalan efektif sesuai
asas dan tujuannya , maka
perlu dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yaitu lembaga
independen yang terlepas dan
pengaruh pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan
persaingan usaha dan
menjatuhkan sanksi. Sanksi
tersebut berupa tindakan
administratif, sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.
Secara umum, materi dari Undang-undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang terdiri dari:
Secara umum, materi dari Undang-undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang terdiri dari:
1. Perjanjian
yang dilarang;
2. Kegiatan
yang dilarang;
3. Posisi
dominan;
4. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha;
5. Penegakan
hukum;
6. ketentuan
lain-lain.
Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum
dengan tujuan untuk: menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen;
menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang
sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang;
mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan pelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Monopoli adalah suatu sistem dalam pasar di man hanya
ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu
yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau
pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut .Dengan
kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak
lain sulit masuk di dalamnya. Karena itu hampir tidak ada persaingan berarti.
Suatu Industri dikatakan berstruktur monopoli
(monopoly) bila hanya ada satu produsen atau penjual (single firm) tanpa
pesaing langsung atau tidak langsung, baik nyata maupun potensial. Output yang
dihasilkan tidak mempunyai substitusi (close substitution).
Perusahaan tidak memiliki pesaing karena adanya
hambatan (barrier to entry) bagi perusahaan lain untuk memasuki industri yang
bersangkutan. Dilihat dari penyebabnya, hambatan masuk dikelompokan menjadi
hambatan teknis (technical barriers to entry) Ketidak mampuan bersaing secara
teknis menyebabkan perusahaan lain sulit bersaing dengan perusahaan yang sudah
ada (existing firm). Keunggulan secara teknis ini disebabkan oleh beberapa hal,
dan hambatan legalitas (legal barriers to entry). Perusahaan tersebut bisa jadi
memiliki hak paten dan hak cipta yang melarang perusahaan lain menggunakan
proses produksi tertentu atau melarang menghasilkan produk yang sama.
Pertama adalah monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli Alamiah lahir secara fair yaitu karena
keunggulan tehnologi, keunggulan managemen, keunggulan komposisi ramuan produk
tertentu yang di gemari konsumen tanpa bisa di tiru perusahaan lain, dan
semacamnya. contoh yang paling jelas adalah industri telepon, air, dan listrik.
Umumnya perusahaan yang memonopoli industri semacam ini adalah perusahaan
pemerintah demi efisien dan kepentingan bersama.
Monopoli artifisial merupakan suatu rekayasa sadar
yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan
merugikan kepentingan kelompok lain, Bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.
Monopoli artifisial umumnya bersifat sepihak sewenang-wenang, dan karena itu
dianggap curang.kalaupun monopoli itu didasarkan pada alasan rasional misalnya
demi perlindungan industri dalam negeri atau demi meningkatkan daya saing
ekonomi kita,prosedurnya tidak pernah transparan disertai kriteria objektif bagi perusahaan yang pantas untuk mendapat
monopoli itu.
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu
kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besar dalam
banyak hal praktek monopoli, oigopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan
karena merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok
tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana
juga ditempuh oleh negara maju semacam amerika,adalah undang-undang anti
monopoli.dalam undang-undang anti monopoli itu sudah terkandung pula larangan
untuk oligopoli dan suap. Yaitu pada UU RI NO 5 Tahun 1995, tentang larangan
Praktek Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat umum.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf A. Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius: Yogyakarta.
Adiwarman A.
Karim. 2012. Ekonomi Mikro Islami Edisi
ke Empat. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta.
Rahardja
Prathama, Mandala Manurung. 2008. Pengantar
Ilmu Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia:
Jakarta.
KPPU, 1999, Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan tidak Sehat. Diakses tanggal 07-05-2015 tersedia di: Website KPPU,Jakarta.
No comments:
Post a Comment