Sunday, 16 November 2014

filsafat islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Filsafat Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang keberadaannya telah menimbulkan pro dan kontra.Sebagian mereka berpikiran maju dan bersifat liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat Islam.Sedangkan bagi mereka yang bersifat tradisional yakni berpegang teguh kepada doktrin ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits secara tekstual, cenderung kurang mau menerima filsafat bahkan menolaknya.Dari kedua kelompok tersebut nampak bahwa kelompok terakhir masih cukup kuat pengaruhnya di masyarakat dibandingkan dengan kelompok pertama.
Berbagai analisis tentang penyebab kurang diterimanya filsafat di kalangan masyarakat Islam pada umunya adalah karena pengaruh pemikiran Al-Ghazali yang dianggapnya sebagai pembunuh pemikiran filsafat. Anggapan ini selanjutnya telah pula dibantah oleh pendapat lain yang menyatakan bahwa penyebabnya bukanlah Al-Ghazali, melainkan sebab-sebab lain yang belum jelas.
Sekarang kita kenal berbagai macam pemikiran atau aliran-aliran pemikiran dalam Islam.Hal tersebut sedikit menjelimet dan membuat kaum muslimin sedikit bingung dalam pmenyaksikan realitas yang ada.Terlebih dalam persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah? Maka dari itu, siapa yang akan diikuti menjadi persoalan yang lebih rumit lagi.
Aliaran –aliran dalam Islam secara garis besarnya adalah tasawuf, politik, hukum, filsafat dan teologi.Masing-masing dari pembagian aliran-aliran yang telah kami sebutkan di atas.Mereka terbagi-terbagi lagi menjadi beberapa bagian.
Namun hal yang terpenting yang harus digaris bawahi sumber mereka satu yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.Sedang realitas yang ada meman benar adanya bahwa Allah SWT menurunkan ayat yang sifatnya zhanni lebih banyak daripada ayat yang sifatnya Qhat’i.Agar daya nalar yang dimiliki oleh manusia berkembang.
Dan kami di sini ingin mengatakan perbedaan tersebut janganlah dianggap sebagai sebuah masalah, terlebih mengatakan hal itu adalah ‘aib.Tidak perlu bingung, dan menjadikannya sebagai beban yang memberatkan kehidupan kita.Yang terpenting mengikuti ajaran yang telah diyakini dengan sebaik mungkin.Dengan landasan fitrah yang menjadi neraca.

B.     Rumusan Masalah
Sehubungan latar belakang masalah telah kami uraikan di atas, maka ada beberapa masalah yang akan kami rumuskan. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1.         Bagaimana Filsafat dalam Islam?
2.         Bagaimana Aliran Utama Pemikiran Filsafat?
3.         Bagaimana Aliran-aliran dalam Filsafat Islam?

C.     Tujuan
Sehubungan dengan Rumusan Masalah tersebut, maka penulis dapat mengambil beberapa manfaat,adapun manfaatnya sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui bagaimana Filsafat dalam Islam.
2.      Untuk mengetahui bagaimana Aliran Utama Pemikiran Islam.
3.      Untuk mengetahui bagaimana Aliran-aliran dalam Filsafat Islam.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat Islam
Dari segi bahasa, filsafat Islam terdiri dari gabungan kata filsafat dan Islam.Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan sophos yang berarti ilmu atau hikmah.Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.Al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
Selanjutnya kata Islam berasal dari kata bahasa arab yaitu aslama, yuslimu, islaman yang berarti patuh, tunduk, berserah diri. Kata tersebut berasal dari salima yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Selanjutnya Islam menjadi suatu istilah atau nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul.
Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para pakar filsafat tentang pengertian filsafat Islam. Pertama, Musa Asy’ari mengatakan bahwa Filsafat Islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap Filsafat Islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting adalah memahami proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman. Musa Asy’ari berpendapat lagi bahwa filsafat Islam dapatlah diartikan sebagai kegiatan pemikiran yang bercorak Islami.Islam di sini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran.
Kedua, Amin Abdullah mengemukakan pendapatnya yang mengatakan bahwa meskipun saya tidak percaya untuk mengatakan bahwa filsafat Islam tidak lain dan tidak bukan adalah rumusan pemikiran Muslim yang ditempeli begitu saja dengan konsep filsafat Yunani, namun sejarah mencatat bahwa mata rantai yang menghubungkan gerakan pemikiran filsafat Islam era kerajaan Abbasiyah dan dunia luar di wilayah Islam.
Ketiga, menurut Damardjati Supadjar yang mengatakan bahwa dalam istilah filsafat Islam terdapat dua kemungkinan pemahaman konotatif. Pertama, filsafat Islam dalam arti filsafat tentang Islam ( Pholosophy of Islam). Dalam hal ini Islam menjadi bahan telaah, objek material suatu studi dengan sudut pandang atau obke formalnya, yaitu filsafat.Kedua, ialah filsafat Islam dalam arti Islamic Philosophy, yaitu suatu filsafat yang Islami.Di sini Islam menjadi genetivus subjektivus, artinya kebenaran Islam terbabar pada dataran kefilsafatan.


B.     Aliran Utama Pemikiran Filsafat
1.   Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.Pengetahuan yang benar diukur dengan akal.Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan oleh kelemahan indera dapat dikoreksi, seandainya akal digunakan. Fungsi pancaindera adalah untuk memperoleh data-data dari alam nyata dan akal menghubungkan data-data itu satu dengan yang lain.
Para penganut Rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide. Kebenaran mengandung makna ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan,
Descartes seorang pelopor Rasionalisme, tidak ragu bahwa ia ragu. Kebenaran adalah cahaya terang dari akal budi sebagai hal-hal yang tidak dapat diragukan.Ide adalah bukanlah ciptaan manusia, fungsi pikiran manusia hanyalah untuk mengenali prinsip-prinsip tersebut lalu menjadikannya pengethuan.
Kelemahan Rasionalisme adalah kriteria untuk mengetahui kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang jelas tetapi menurut orang lain tidak. Jadi masalah utamanya adalah evaluasi kebenaran dari premis-premis yang digunakan.
2.   Empirisme
Empirisme berasal dari bahasa Yunani yaitu Empeirikos artinya pengalaman.Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya.Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi.Namun hasil tangkapan inderawi masing-masing individu dapat berbeda karena terbatas pada sensiblitas organ-organ tertentu.
Aliran Empirisme memandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita.Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman.Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi.Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
Contoh : Bagaimana orang mengetahui bahwa e situ dingin. Seorang empiris  akan mengatakan bahwa “karena saya merasakan hal itu. Dalam pernyataan tersebut terdapat tiga unsur yaitu : Mengetahui (subjek), yang diketahui (objek), dan cara dia mengetahui (metode).
John Locke (1632-1704), bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula rasa (sejenis buku catatan kosong). Maksudnya manusia pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalaman mengisi jiwanya, maka ia kemudian memiliki pengetahuan.
David Hume menyatakan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Berdasarkan teori ini, akan hanya mengelola konsep gagasan inderawi, menyusun atau membagi-baginya. Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari pancaindera.
Kelemahan aliran empirisme antara lain :
·         Indera terbatas, benda yg jauh kelihatan kecil ternyata tidak.
·         Indera menipu, pada org yang sakit demam, udara akan terasa dingin.
·         Objek menipu misalnya pada fatamorgana atau ilusi.
·         Berasal dari indera dan objek sekaligus. Misalnya mata tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan.

3.   Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau psikologis yang bersifat subjektif. Oleh karena itu pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran, yang diberikan oleh pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang (subjek).
Idealisme subjektif akan menimbulkan kebenaran yang relative karena setiap individu berhak menolak kebenaran yang datang dari luar dirinya, sehingga kebenaran universal tidak diakui. Oleh karena itu kebenaran agama dan aturan kemasyarakatan hanya bisa benar untuk kelompok tertentu dan tidak berlaku bagi kelompok lain.

4.   Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles sanders peirce, ia pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai metode filsafat. William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmetisme adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Dan pierce lah yang membiasakan istilah ini yaitu dengan ungkapan tentukan apa akibatnya, apakah dapat dipahami secara praktis atau tidak.
Pragmatisme menunjukan jalan tengah.Pragmatisme meyakini perlunya indetermeinasi (free will) karena faham ini berguna bagi kemajuan. Akan tetapi, nilai moral yang dibuat oleh orang perorangan itu tidak boleh diabsolutkan.Nilai moral tidak boleh statis.Ia dapat berubah dan tidak dapat lebih dari satu macam, sesuai dengan keperluan dalam tindakan. Jadi, di dalam free will itu kita akan sampai pada kebenaran moral, tetapi kebenaran itu tidak absolute. Ia adalah kebenaran yang belum selesai.
Beberapa tinjauan terhadap Pragmatisme James, diantaranya :
·         Tentang istilah Pragmatisme.
·         Tentang meliorisme.
·         Tentang teori kebenaran.
·         Tentang humanism dan kehidupan moral.
·         Tentang agama dan iman.
·         Tentang empirisme radikal dan plural.


C.     Aliran dalam Filsafat Islam
·         Paripatetik
Paripatetik disebut juga sebuah aliran rasionalisme murni, maksudnya setiap pemikiran yang dikembangkan masih terpengaruh filosof yunani seperti aristoteles dan plato. Abu Nasr al-Farabi adalah filosof pertama yang mengonsep filsafat Islam. Al-Farabi selama hidupnya berusaha untuk mengharmoniskan ide-ide Plato dan Aristoteles. Ia sebagaimana mayoritas pemikir muslim lainnya, salah menganggap buku Otologia tulisan Plotinus sebagai milik Aristoteles. Itulah mengapa tanpa disadarinya ia terpengaruh Neo Platonisme. Farabi termasuk penggagas filsafat Paripatetik yang pada akhirnya berhadap-hadapan dengan filsafat-irfani Suhrawardi. Ibnu Sina adalah salah satu filosof lain yang digabungkan pada aliran filsafat Paripatetik. Dengan kejeniusannya, ia menuangkan ide-idenya kedalam tulisan-tulisan filsafatnya.Dalam filsafat parepatetik disitu mengangkatkan tentang rekonsiliasi seperti yang diungkapkan oleh al-Farabi. Al-farabi berusaha merekonsiliasikan antara filsafat dan agama. Para filosof sangat meyakini Al-qur’an dan hadis adalah hak dan benar demikian juga filsafat adalah benar. Ia menegaskan keduanya itu tidak bertentangan. Begitu juga mengenai ketuhanan, penciptaan alam dan lainnya.Intinya filsafat perepatetik ini masih bersiafat rasionalisme murni yang masih terpengaruhi pikiran neoplatonisme ( Aristoteles dan Plato ).
·         Illuminasi
Hikmat al-Isyrâq /Iluminasi mengungkapkan pemikiran teosofi Suhrawardî yang memuat konsep metafisikanya. Pada bagian ini, Suhrawardî menjelaskan konsep teosofi yang berpusat pada kajian cahaya (al-isyrâq) sebagai media simbolik. Suhrawardî mengelaborasi cahaya untuk mengungkapkan kesatuan pemikirannya baik pada tataran epistimologi, teologi, dan ontologi. Pembahasan utama pada bagian ini meliputi hakikat cahaya, susunan wujud (being), aktivitas cahaya, cahaya dominan, pembagian barzâkh (alam kubur), persoalan alam akhirat, kenabian, dan nasib perjalanan manusia menuju purifikasi jiwa.
Dengan konsep al-Isyrâq-nya, Suhrawardî menyatakan bahwa seluruh alam semesta merupakan rentetan dari intensitas cahaya. Gradasi sinar dari sumber cahaya berakhir pada kegelapan. Semua kajian dalam bagian kedua membentuk bangunan teosofi berupa perpaduan antara filsafat dan tasawuf. Oleh karena itu, Suhrawardî dianggap sebagai pencetus dan pelopor konsep kesatuan iluminasi (wahdat al-‘isyrâq). Hal ini dikarenakan usaha Suhrawardî untuk mengoptimalkan proses iluminasi sebagai ilustrasi holistik dari kesatuan wujud (wahdat al-wujûd) yang dikembangkan Ibn ‘Arabî (Netton, 1994:258).
Gagasan mengenai kesatuan iluminasi yang diajarkan oleh Suhrawardî merangsang munculnya sikap protes dan anti pati dari kalangan ahli fiqh (islamic jurisprudence). Karena dianggap sesat dan mendatangkan keresahan dalam masyarakat, para ahli fiqh itu kemudian mengadili Suhrawardî serta menjatuhkan hukuman mati (hukuman gantung) kepadanya. Meskipun dengan berat hati, Suhrawardî menerima keputusan itu demi mempertahankan pemikiran yang diyakininya sebagai kebenaran paling hakiki.
·         Genosis / Irfani
Genosis / irfani berkaitan erat dengan tasawuf falsafinya Ibnu ‘Arabi dengan kosep wahdat al-wujûd (unity of existence). Dalam terminologi Ibn ‘Arabi, nasût diubah menjadi al-khalq (makhluk) dan lahût menjadi al-haqq (Tuhan). Pemikiran ini timbul dari paham yang menyatakan bahwa Tuhan ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya dan oleh karena itu ia menciptakan alam. Di kala Ia ingin melihat diri-Nya, maka ia melihat alam karena tiap-tiap makhluk hidup yang ada di alam terdapat sifat ketuhanan. Dengan demikian, alam merupakan cermin bagi Tuhan. Dalam cermin itu diri-Nya kelihatan banyak, tetapi sebenarnya hanya satu. Di sinilah muncul paham kesatuan.
Usaha untuk mencari relasi filsafat dengan tasawuf ternyata tidak hanya didominasi oleh Ibn ‘Arabî dan para pengikutnya. Tetapi, usaha tersebut juga dirintis oleh para filosof lain dengan metode dan pendekatan yang berbeda. Salah satu di antara para filosof itu adalah Suhrawardî. Ia memperkenalkan filsafat iluminasi (al-isyrâqiyat) yang bersumber dari hasil dialog spritual dan intelektual dengan tradisi-tradisi dan agama-agama lain. Suhrawardî memperkenalkan diri sebagai penyatu kembali apa yang disebutnya sebagai hikmat al-ladûnniyat (kebijaksanaan ilahi) dan al-hikmat al-’âtiqat (kebijaksanaan kuno). Ia yakin bahwa kebijaksanaan ini adalah perenial (abadi) dan universal yang terdapat dalam berbagai bentuk di antara orang-orang Hindu, Persia, Babilonia, Mesir Kuno dan orang-orang Yunani sampai masa Aristoteles.



D.    Model-model Penelitian Filsafat Islam
Model penelitian filsafat islam yang dilakukan para ahli dengan tujuan untuk dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan filsafat islam selanjutnya.
1.      Model M. Amin Abdullah
Dalam rangka penulisan desertasinya, M. Amin Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada maslah filsafat islam. Hasil penelitiannya ia tuangkang dalam bukunya berjudul The Idea of Universality Ethical Norm In Ghazali and Kant dan Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, dalam bukunya “Studi Agama Normativitas atau Historisitas” M. Amin Abdullah mengatakan ada kekaburan dan kesimpangsiuran yang patut disayangkan didalam cara berfikir kita, tidak terkecuali di lingkungan perguruan tinggi dan kalangan akademis. Tampaknya kita suliot membedakan antara filsafat dasn sejarah filsafat; antara filsafat islam dan sejarah filsafat islam. Biasanya kita korbankan kajian filsafat, karena kita selalu dihantui oleh trauma sejarah abad peretngahan, ketika sejarah filsafat islam diwarnai oleh pertentangan pendapat dan perhelatan pemikiran antara Al-Ghozali dan Ibn Sina, yang sangat menentukan jalannya sejarah pemikiran umat islam.
     Kritik Amin Abdullah timbul setelah ia melihat melalui penelitian, bahwa sebagian penelitian filsafat islam yang dilakukan para ahli selama ini berkisar pada msalah sejarah filsafat islam, dan bukan pada materi filsafatnya itu sendiri.
2.      Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Hrun Nasution
     Dalam bukunya berjudul History of Muslim Philosophy, yang diterjemahkan  dan disunting oleh M.M Syarif kedalam bahasa Indonesia menjadi Para Filosf Muslim, Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran filsafat islam yang berasal dari tokoh-tokoh filosof abad klasik, yaitu Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Miskawih, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn Tufail, Ibn Rusyd, dan Nasir Al-Din Al-Tusi. Dari Al-Kindi dijumpai pemikiran filsafat tentang Tuhan, keterhinggaaan, ruh dan akal.Dari Al-Razi dijumpai pemikiran filsafat tentang teologi, moral, metode, metafisika, Tuhan, ruh, materi, ruang, dan waktu.Selanjutnya, dari Al-Farabi dijumpai pemikiran filsafat tentang logika, kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan, teori tentang akal, teori tentang kenabian, serta penafsiran atas al-Qu’an.
     Selain mengemukakan  berbagai pemikiran filosofis sebagaimana tersebut diatas, Horrassaowitz juga mengemukakan mengenai riwayat hidup serta karya  tulis dari masing-masing  tokoh tersebut.
Dengan demikian jelas terlihat bahwa penelitiannya termasuk penelitian kualitatif.Sumbernya kajian pustaka.Metodenya deskriptis analitis, sedangkan pendekatannya historis dan tokoh. Yaitu bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang ditulis terdahulu, sedangkan titik kajian-nya adalah tokoh.

E.     Aliran-Aliran Pemikiran islam
1.      ALiran-aliran Teologi Islam
·         Khawarij
Golongan yang memisahkan diri kelompok Ali bi Abi Thalib, lebih tepatnya kelompok yang tidak sepakat dengan tahkim yang diusulkan oleh kelompok Muawiyah. Kelomapok ini dipelopori oleh Atab bin A’war dan Urwah bin Jarir.
Kelompok ini mempunyai ajaran yang keras yang menjastifikasi Ali dan Muawiyah sebagai pelaku dosa besar.Sehingga darahnya halal dan wajib untuk diperangi.Atau dengan sebutan ajaran khawarij adalah murtakib al-akbar.
·         Murji’ah
Tindakan pengkafiran terhadap Ali bi Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sofyan, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari yang dilakukan oleh kalangan Khawarij, mengundang sikap kekhawatiran di tengah umat Islam. Khususnya para ulama.
Munculnya Murji’ah itu sangat erat kaitannya dengan khawarij, di mana golongan yang dipimpin oleh Ghilan al-Dimasyai berusaha bersikap netral.Golongan tidak sepaham dengan khwarij yang mengkafirkan para sahabat tersebut.
Pokok ajaran dari golongan ini adalah orang Muslim yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukumi dengan hukuman dunia, sehingga masuk surga atau neraka tidak bisa ditentukan, karena diakhiratlah nanti yang menjadi sah.Golongan ini memandang orang yang beriman tidak merusak iman ketika berbuat maksiat.Sama halnya dengan ketaatan bagi orang yang kufur.
Iman diartikan sebagai pengetahuan tentang Allah secara mutlak dan kufur adalah ketidaktahuan tentang Allah secara mutlak.Oleh karena orang Murji’ah menganggap iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
·         Qadariyah
Aliran yang didirikan oleh Ma’bad al-Juhani berpandangan bahwa manusia diberikan kebebasan dalam menentukan hidupnya, tanpa ada campur tangan Tuhan.Manusia menentukan segala perbuatan yang dia inginkan.
·         Jabariyah
Golongan ini sangat berbeda dengan paham Qahariyah, karena manusia dianggap tidak mempunyai kehendak.Perbuatan manusia sepenuhnya diatur oleh Tuhan. Golongan yang dibawah oleh Jahm bin Safwan ini, bahkan menyalahkan Tuhan atas perbuatan dosa manusia. Di mana hal itu sudah menjadi setingan Tuhan.Manusia tinggal menjalankan scenario yang telah ada tersebut.


·         Mu’tazilah
Munculnya golongan ini benar-benar membawa sejarah baru, yang berpegangan kepada konsep rasionalitas.Bahkan dianggap kedudukan akal sebanding dengan wahyu. Pertama kali diperkenalkan oleh Washil bin Atha.
Perinsip-perinsip kalam Mu’tazilah terhimpun dalam apa yang disebut al-ushul al-khamzah atau “pokok-pokok yang lima” yaitu at-tahid, al-manzilah bainal manzilatain, al-wa’d wal wa’id, al-adl, al-amar bil ma’ruf wan nahy anil mungkar.
Atau dapat dirincikan seperti :
1)      Keesaan tuhan (al-tauhid )
2)      Keadilan tuhan (al-adl )
3)      Janji dan ancaman (al-wa’d wa al-waid )
4)      Posisi diantara dua tempat ( al-manzilah bain al-manzilatin )
5)      Amar makruf nahi munkar (al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy’an al-munkar)
·         Asy’ariyah
Kelompok asy’ariyah berhasil mengukuhkan pemahaman mereka melalui pendekatan rasional dan sistematika yang dilakukan oleh mu’tazilah.Namun faham-faham ini kemudian juga mengkritik mu’tazilah sendiri.
Dalam hal sifat Tuhan asy’ari berpendapat bahwa Tuhan mempunya sifat seperti ilm, hayat, sama’, bashith dan qudrat.Sifat-sifat tersebut bukanlahdzat-Nya.Kalaui itu dzat-Nya berarti dzat-Nya adalah pengetahuan, dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan.Tuhan bukanlah ilmu melainkan ‘alim (yang mengetahui).
Tokoh-tokoh aliran asy’ariyah yang terkemuka setelah Abu Hasan adalah al-Baqillani, al-Juwaeni, dan al-Ghazali. Tokoh yang disebut terakhir dapat disebut sebagai tokoh yang berpengaruh besar dalm menybarkan faham asy’ariyah.[5]
·         Metode Ilmu Kalam
Dari uaraian pemikiran kalam di atas setidaknya kita dapat menunjukkan bahwa pembicaraan kalam itu biasa menyangkut hal-hal berikut:
1)      Konsep Iman
2)      Konsep keesaan Tuhan
3)      Konsep kehendak Mutlak Tuhan
4)      Konsep Kehendak Bebas Manusia
5)      Konsep Keadilan Tuhan
6)      Konsep Kasb Manusia
7)      Konsep Meliahat Tuhan di Akhirat
8)      Konsep Janji dan Anacaman Tuhan
9)      Konsep Urgensi Wahyu
10)  Konsep Statu al-Qur’an[6]
Persoalan pertama, apakah konsep iman itu dengan ucapan, perbuatan atau ucapan dan perbuatan.Jika hanya sekadar ucapan, maka perbuatan tidak penting, karena tidak mempengaruhi.Sebaliknya dengan perbuatan dan ucapan tidak penting.Akan tetapi dengan ucapan dan perbuatan, maka ucapan yang harus diikuti oleh perbuatan.Adapun perihal penelitian terhadap metode kalam seseorang, maka hal yang pertama harus dilakukan dan paling menentukan adalah sepuluh konsep tersebut di atas. Yang manakah dianut oleh orang yang akan diteliti.
Abuddin Nata dalam bukunya “Metode Studi Islam”  membagi metode itu menjadi dua, Penelitian Pemula dan Penelitian Lanjutan:
·         Penelitian Pemula
Pada tahap ini hanya tataran membangun ilmu kalam menjadi sebuah disiplin ilmu pengetahuan dengan merujuk kepada al-Qur’an dan hadits dan berbagai pendapat aliran teologi.
Sebagai contoh yaitu model al-Ghazali (w.111 M).Imam al-Ghazali yang pernah belajar kepada imam al-haramain sebagaiamana disebutkan di atas, dan dikenal sebagai Hujjatu lislam telah pula menulis buku berjudul al-Iqtisad fi al-I’tiqad dan telah diterbitkan pada tahun 1962 di Mesir. Dalam buku ini di bahas tentang perlunya ilmu sebagai fardhu kifayah, pembahasan tentang zat Allah, tentang qadimnya alam, tentang bahwa penciptaan alam tidak memiliki jisim, karena jisim memerlukan pada materi dan bentuk; dan penetapan tentang kenabian Muhammad SAW.[7]
·         Penelitian lanjutan
Pada tahapan penelitian lanjutan, akan dideskripsikan adanya ilmu kalam. Dengan rujukan pada penelitian tahapan pertama.Para peneliti mencoba deskripsi, analisis, klasisifikasi dan generalisasi.
Sebagai contoh  model Abu Zahrah. Abu Zahrah mencoba melakukan penelitian terhadap berbagai aliran dalam bidang politik dan teologi yang dituangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah fi al-Siyasah wal ‘Aqaid.Pernmasalahannya.Teologi yang diangkat dalam penelitiannya ini sekitar masalah objek-objek yang dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik yang berdampak pada masalah teologi. Selanjutnya, dikemukakan pula tentang berabagai aliran mazhab Syi’ah yang mencapai dua belas golongan, diantaranya Al-Sabaiyah, Al-Ghurabiyah, golongan yang keluar dari Syi’ah, Al-Kisaniyah, Al-Zaidiyah, Itsna Asyariyah, Al-Imamiyah, Isma’iliyah. Selanjutnya dikemukakan pula aliran Khawarij dengan berbagai sektenya yang jumlahnya mencapai enam aliran; jabariyah dan Qadariyah, Mu’tazilah, dan Asy’ariyah lengkap dengan berbagai pandangan teologinya
























BAB III
PENUTUP

SIMPULAN
1.      Filsafat Islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap Filsafat Islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting adalah memahami proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman.
2.      Aliran utama pemikiran filsafat islam adalah
·         Rasionalisme
·         Empirisme
·         Idealisme
·         Pragmatisme
3.      Aliran dalam Filsafat Islam
·         Filsafat Paripatetik sebuah aliran filsafat yang dikembangkan oleh al-Farabi dan Ibnu Sina, yang mana pemikirannya masih terpengaruhi oleh filsafat yunani seperti Aristoteles dan Plato.
·         Filsafat Illminasi aliran filsafat yang dikemabangkan oleh Suhrawardi yang mempunyai pandangan Allah adalah cahaya segala cahaya ( Nur al-Anwar ) dari Allah lah terciptanya cahaya-cahaya lainnya karena akibat dari pancarannya.
·         Genosis atau Irfani yang lebih dikenal dengan tasawuf falsafinya Ibnu ‘Arabi yang memiliki pemikiran tentang wahdat al-wujud atau kesatuan wujud Alam dengan Tuhan, Alam adalah cerminan dari Tuhan sebagai simbol keesaannya.





DAFTAR PUSTAKA

Aziz Dahlan, Abdul, Pemikiran Falsafi Dalam Islam penerbit Djambatan Th 2003, Jakarta.
Nasution,Hasyimsyah, Filsafat Islam Penerbit Gaya Media Pratama Th 1999, Jakarta.
Tafsir. Ahmad. Filsafat Islam. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Lapadi.Saleh. Filsafat Islam. 25-03-2014. Tersedia di :
Saputra.Harja.Aliran Filsafat Islam. 25-03-2014. Tersedia di:


No comments:

Post a Comment