BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Filsafat
Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang
keberadaannya telah menimbulkan pro dan kontra.Sebagian mereka berpikiran maju
dan bersifat liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat Islam.Sedangkan
bagi mereka yang bersifat tradisional yakni berpegang teguh kepada doktrin
ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits secara tekstual, cenderung kurang mau menerima
filsafat bahkan menolaknya.Dari kedua kelompok tersebut nampak bahwa kelompok
terakhir masih cukup kuat pengaruhnya di masyarakat dibandingkan dengan
kelompok pertama.
Berbagai
analisis tentang penyebab kurang diterimanya filsafat di kalangan masyarakat
Islam pada umunya adalah karena pengaruh pemikiran Al-Ghazali yang dianggapnya
sebagai pembunuh pemikiran filsafat. Anggapan ini selanjutnya telah pula
dibantah oleh pendapat lain yang menyatakan bahwa penyebabnya bukanlah
Al-Ghazali, melainkan sebab-sebab lain yang belum jelas.
Sekarang
kita kenal berbagai macam pemikiran atau aliran-aliran pemikiran dalam
Islam.Hal tersebut sedikit menjelimet dan membuat kaum muslimin sedikit bingung
dalam pmenyaksikan realitas yang ada.Terlebih dalam persoalan siapa yang benar
dan siapa yang salah? Maka dari itu, siapa yang akan diikuti menjadi persoalan
yang lebih rumit lagi.
Aliaran
–aliran dalam Islam secara garis besarnya adalah tasawuf, politik, hukum,
filsafat dan teologi.Masing-masing dari pembagian aliran-aliran yang telah kami
sebutkan di atas.Mereka terbagi-terbagi lagi menjadi beberapa bagian.
Namun
hal yang terpenting yang harus digaris bawahi sumber mereka satu yaitu
al-Qur’an dan as-Sunnah.Sedang realitas yang ada meman benar adanya bahwa Allah
SWT menurunkan ayat yang sifatnya zhanni lebih banyak daripada ayat yang
sifatnya Qhat’i.Agar daya nalar yang dimiliki oleh manusia berkembang.
Dan
kami di sini ingin mengatakan perbedaan tersebut janganlah dianggap sebagai
sebuah masalah, terlebih mengatakan hal itu adalah ‘aib.Tidak perlu bingung,
dan menjadikannya sebagai beban yang memberatkan kehidupan kita.Yang terpenting
mengikuti ajaran yang telah diyakini dengan sebaik mungkin.Dengan landasan
fitrah yang menjadi neraca.
B. Rumusan
Masalah
Sehubungan
latar belakang masalah telah kami uraikan di atas, maka ada beberapa masalah
yang akan kami rumuskan. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana Filsafat
dalam Islam?
2.
Bagaimana Aliran Utama
Pemikiran Filsafat?
3.
Bagaimana Aliran-aliran
dalam Filsafat Islam?
C. Tujuan
Sehubungan
dengan Rumusan Masalah tersebut, maka penulis dapat mengambil beberapa
manfaat,adapun manfaatnya sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui bagaimana Filsafat dalam Islam.
2. Untuk
mengetahui bagaimana Aliran Utama Pemikiran Islam.
3. Untuk
mengetahui bagaimana Aliran-aliran dalam Filsafat Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Filsafat Islam
Dari
segi bahasa, filsafat Islam terdiri dari gabungan kata filsafat dan Islam.Kata
filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan sophos yang berarti
ilmu atau hikmah.Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap
ilmu atau hikmah.Al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu
sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya,
memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
Selanjutnya
kata Islam berasal dari kata bahasa arab yaitu aslama, yuslimu, islaman yang
berarti patuh, tunduk, berserah diri. Kata tersebut berasal dari salima yang
berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Selanjutnya Islam menjadi suatu
istilah atau nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada
masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul.
Ada
beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para pakar filsafat tentang pengertian
filsafat Islam. Pertama, Musa Asy’ari mengatakan bahwa Filsafat Islam itu pada
dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Dalam
kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap Filsafat Islam yang tidak
hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting adalah memahami
proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian tematik atas
persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman. Musa Asy’ari berpendapat
lagi bahwa filsafat Islam dapatlah diartikan sebagai kegiatan pemikiran yang
bercorak Islami.Islam di sini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran.
Kedua,
Amin Abdullah mengemukakan pendapatnya yang mengatakan bahwa meskipun saya
tidak percaya untuk mengatakan bahwa filsafat Islam tidak lain dan tidak bukan
adalah rumusan pemikiran Muslim yang ditempeli begitu saja dengan konsep
filsafat Yunani, namun sejarah mencatat bahwa mata rantai yang menghubungkan
gerakan pemikiran filsafat Islam era kerajaan Abbasiyah dan dunia luar di
wilayah Islam.
Ketiga,
menurut Damardjati Supadjar yang mengatakan bahwa dalam istilah filsafat Islam
terdapat dua kemungkinan pemahaman konotatif. Pertama, filsafat Islam dalam
arti filsafat tentang Islam ( Pholosophy of Islam). Dalam hal ini Islam menjadi
bahan telaah, objek material suatu studi dengan sudut pandang atau obke
formalnya, yaitu filsafat.Kedua, ialah filsafat Islam dalam arti Islamic
Philosophy, yaitu suatu filsafat yang Islami.Di sini Islam menjadi genetivus
subjektivus, artinya kebenaran Islam terbabar pada dataran kefilsafatan.
B. Aliran
Utama Pemikiran Filsafat
1. Rasionalisme
Aliran
ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.Pengetahuan yang
benar diukur dengan akal.Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan
menangkap objek.Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang
disebabkan oleh kelemahan indera dapat dikoreksi, seandainya akal digunakan.
Fungsi pancaindera adalah untuk memperoleh data-data dari alam nyata dan akal
menghubungkan data-data itu satu dengan yang lain.
Para
penganut Rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide.
Kebenaran mengandung makna ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada
kenyataan,
Descartes
seorang pelopor Rasionalisme, tidak ragu bahwa ia ragu. Kebenaran adalah cahaya
terang dari akal budi sebagai hal-hal yang tidak dapat diragukan.Ide adalah
bukanlah ciptaan manusia, fungsi pikiran manusia hanyalah untuk mengenali
prinsip-prinsip tersebut lalu menjadikannya pengethuan.
Kelemahan
Rasionalisme adalah kriteria untuk mengetahui kebenaran dari suatu ide yang
menurut seseorang jelas tetapi menurut orang lain tidak. Jadi masalah utamanya
adalah evaluasi kebenaran dari premis-premis yang digunakan.
2. Empirisme
Empirisme
berasal dari bahasa Yunani yaitu Empeirikos artinya pengalaman.Menurut aliran
ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya.Pengalaman yang
dimaksud adalah pengalaman inderawi.Namun hasil tangkapan inderawi
masing-masing individu dapat berbeda karena terbatas pada sensiblitas
organ-organ tertentu.
Aliran
Empirisme memandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita
alami selama hidup kita.Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan
dari pengamatan atau pengalaman.Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan
metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi.Setelah
pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil
yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan
untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
Contoh
: Bagaimana orang mengetahui bahwa e situ dingin. Seorang empiris akan mengatakan bahwa “karena saya merasakan
hal itu. Dalam pernyataan tersebut terdapat tiga unsur yaitu : Mengetahui
(subjek), yang diketahui (objek), dan cara dia mengetahui (metode).
John
Locke (1632-1704), bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula rasa
(sejenis buku catatan kosong). Maksudnya manusia pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalaman mengisi jiwanya, maka ia kemudian memiliki
pengetahuan.
David
Hume menyatakan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya.
Berdasarkan teori ini, akan hanya mengelola konsep gagasan inderawi, menyusun
atau membagi-baginya. Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh
pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari pancaindera.
Kelemahan
aliran empirisme antara lain :
·
Indera terbatas, benda
yg jauh kelihatan kecil ternyata tidak.
·
Indera menipu, pada org
yang sakit demam, udara akan terasa dingin.
·
Objek menipu misalnya
pada fatamorgana atau ilusi.
·
Berasal dari indera dan
objek sekaligus. Misalnya mata tidak mampu melihat seekor kerbau secara
keseluruhan.
3. Idealisme
Ajaran
idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar
sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses
mental atau psikologis yang bersifat subjektif. Oleh karena itu pengetahuan
menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran, yang diberikan oleh
pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang (subjek).
Idealisme
subjektif akan menimbulkan kebenaran yang relative karena setiap individu
berhak menolak kebenaran yang datang dari luar dirinya, sehingga kebenaran
universal tidak diakui. Oleh karena itu kebenaran agama dan aturan
kemasyarakatan hanya bisa benar untuk kelompok tertentu dan tidak berlaku bagi
kelompok lain.
4.
Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa yunani)
yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh
Charles sanders peirce, ia pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai metode
filsafat. William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmetisme adalah
realitas sebagaimana yang kita ketahui. Dan pierce lah yang membiasakan istilah
ini yaitu dengan ungkapan tentukan apa akibatnya, apakah dapat dipahami secara
praktis atau tidak.
Pragmatisme menunjukan jalan tengah.Pragmatisme
meyakini perlunya indetermeinasi (free will) karena faham ini berguna bagi
kemajuan. Akan tetapi, nilai moral yang dibuat oleh orang perorangan itu tidak
boleh diabsolutkan.Nilai moral tidak boleh statis.Ia dapat berubah dan tidak
dapat lebih dari satu macam, sesuai dengan keperluan dalam tindakan. Jadi, di
dalam free will itu kita akan sampai pada kebenaran moral, tetapi kebenaran itu
tidak absolute. Ia adalah kebenaran yang belum selesai.
Beberapa tinjauan terhadap Pragmatisme James,
diantaranya :
·
Tentang istilah
Pragmatisme.
·
Tentang meliorisme.
·
Tentang teori
kebenaran.
·
Tentang humanism dan
kehidupan moral.
·
Tentang agama dan iman.
·
Tentang empirisme
radikal dan plural.
C. Aliran
dalam Filsafat Islam
·
Paripatetik
Paripatetik
disebut juga sebuah aliran rasionalisme murni, maksudnya setiap pemikiran yang
dikembangkan masih terpengaruh filosof yunani seperti aristoteles dan plato.
Abu Nasr al-Farabi adalah filosof pertama yang mengonsep filsafat Islam. Al-Farabi
selama hidupnya berusaha untuk mengharmoniskan ide-ide Plato dan Aristoteles.
Ia sebagaimana mayoritas pemikir muslim lainnya, salah menganggap buku Otologia
tulisan Plotinus sebagai milik Aristoteles. Itulah mengapa tanpa disadarinya ia
terpengaruh Neo Platonisme. Farabi termasuk penggagas filsafat Paripatetik yang
pada akhirnya berhadap-hadapan dengan filsafat-irfani Suhrawardi. Ibnu Sina
adalah salah satu filosof lain yang digabungkan pada aliran filsafat
Paripatetik. Dengan kejeniusannya, ia menuangkan ide-idenya kedalam
tulisan-tulisan filsafatnya.Dalam filsafat parepatetik disitu mengangkatkan
tentang rekonsiliasi seperti yang diungkapkan oleh al-Farabi. Al-farabi
berusaha merekonsiliasikan antara filsafat dan agama. Para filosof sangat
meyakini Al-qur’an dan hadis adalah hak dan benar demikian juga filsafat adalah
benar. Ia menegaskan keduanya itu tidak bertentangan. Begitu juga mengenai
ketuhanan, penciptaan alam dan lainnya.Intinya filsafat perepatetik ini masih
bersiafat rasionalisme murni yang masih terpengaruhi pikiran neoplatonisme (
Aristoteles dan Plato ).
·
Illuminasi
Hikmat
al-Isyrâq /Iluminasi mengungkapkan pemikiran teosofi Suhrawardî yang memuat
konsep metafisikanya. Pada bagian ini, Suhrawardî menjelaskan konsep teosofi
yang berpusat pada kajian cahaya (al-isyrâq) sebagai media simbolik.
Suhrawardî mengelaborasi cahaya untuk mengungkapkan kesatuan pemikirannya baik
pada tataran epistimologi, teologi, dan ontologi. Pembahasan utama pada bagian
ini meliputi hakikat cahaya, susunan wujud (being), aktivitas cahaya,
cahaya dominan, pembagian barzâkh (alam kubur), persoalan alam akhirat,
kenabian, dan nasib perjalanan manusia menuju purifikasi jiwa.
Dengan konsep al-Isyrâq-nya,
Suhrawardî menyatakan bahwa seluruh alam semesta merupakan rentetan dari
intensitas cahaya. Gradasi sinar dari sumber cahaya berakhir pada kegelapan.
Semua kajian dalam bagian kedua membentuk bangunan teosofi berupa perpaduan
antara filsafat dan tasawuf. Oleh karena itu, Suhrawardî dianggap sebagai
pencetus dan pelopor konsep kesatuan iluminasi (wahdat
al-‘isyrâq). Hal ini dikarenakan usaha Suhrawardî untuk mengoptimalkan proses
iluminasi sebagai ilustrasi holistik dari kesatuan wujud (wahdat
al-wujûd) yang dikembangkan Ibn ‘Arabî (Netton, 1994:258).
Gagasan mengenai kesatuan iluminasi
yang diajarkan oleh Suhrawardî merangsang munculnya sikap protes dan anti pati
dari kalangan ahli fiqh (islamic jurisprudence). Karena dianggap sesat
dan mendatangkan keresahan dalam masyarakat, para ahli fiqh itu kemudian
mengadili Suhrawardî serta menjatuhkan hukuman mati (hukuman gantung)
kepadanya. Meskipun dengan berat hati, Suhrawardî menerima keputusan itu demi
mempertahankan pemikiran yang diyakininya sebagai kebenaran paling hakiki.
·
Genosis / Irfani
Genosis /
irfani berkaitan erat dengan tasawuf falsafinya Ibnu ‘Arabi dengan kosep wahdat
al-wujûd (unity of existence). Dalam terminologi Ibn ‘Arabi, nasût
diubah menjadi al-khalq (makhluk) dan lahût menjadi al-haqq
(Tuhan). Pemikiran ini timbul dari paham yang menyatakan bahwa Tuhan ingin
melihat diri-Nya di luar diri-Nya dan oleh karena itu ia menciptakan alam. Di
kala Ia ingin melihat diri-Nya, maka ia melihat alam karena tiap-tiap makhluk
hidup yang ada di alam terdapat sifat ketuhanan. Dengan demikian, alam
merupakan cermin bagi Tuhan. Dalam cermin itu diri-Nya kelihatan banyak, tetapi
sebenarnya hanya satu. Di sinilah muncul paham kesatuan.
Usaha untuk mencari relasi filsafat
dengan tasawuf ternyata tidak hanya didominasi oleh Ibn ‘Arabî dan para
pengikutnya. Tetapi, usaha tersebut juga dirintis oleh para filosof lain dengan
metode dan pendekatan yang berbeda. Salah satu di antara para filosof itu
adalah Suhrawardî. Ia memperkenalkan filsafat iluminasi (al-isyrâqiyat)
yang bersumber dari hasil dialog spritual dan intelektual dengan
tradisi-tradisi dan agama-agama lain. Suhrawardî memperkenalkan diri sebagai
penyatu kembali apa yang disebutnya sebagai hikmat
al-ladûnniyat (kebijaksanaan ilahi) dan al-hikmat
al-’âtiqat (kebijaksanaan kuno). Ia yakin bahwa kebijaksanaan ini
adalah perenial (abadi) dan universal yang terdapat dalam berbagai bentuk di
antara orang-orang Hindu, Persia, Babilonia, Mesir Kuno dan orang-orang Yunani
sampai masa Aristoteles.
D. Model-model
Penelitian Filsafat Islam
Model
penelitian filsafat islam yang dilakukan para ahli dengan tujuan untuk
dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan filsafat islam selanjutnya.
1.
Model M. Amin Abdullah
Dalam rangka penulisan
desertasinya, M. Amin Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada maslah
filsafat islam. Hasil penelitiannya ia tuangkang dalam bukunya berjudul The
Idea of Universality Ethical Norm In Ghazali and Kant dan Studi Agama
Normativitas atau Historisitas?, dalam bukunya “Studi Agama Normativitas atau
Historisitas” M. Amin Abdullah mengatakan ada kekaburan dan kesimpangsiuran
yang patut disayangkan didalam cara berfikir kita, tidak terkecuali di
lingkungan perguruan tinggi dan kalangan akademis. Tampaknya kita suliot
membedakan antara filsafat dasn sejarah filsafat; antara filsafat islam dan
sejarah filsafat islam. Biasanya kita korbankan kajian filsafat, karena kita
selalu dihantui oleh trauma sejarah abad peretngahan, ketika sejarah filsafat
islam diwarnai oleh pertentangan pendapat dan perhelatan pemikiran antara
Al-Ghozali dan Ibn Sina, yang sangat menentukan jalannya sejarah pemikiran umat
islam.
Kritik Amin Abdullah timbul setelah ia
melihat melalui penelitian, bahwa sebagian penelitian filsafat islam yang
dilakukan para ahli selama ini berkisar pada msalah sejarah filsafat islam, dan
bukan pada materi filsafatnya itu sendiri.
2. Model
Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Hrun Nasution
Dalam bukunya berjudul History of Muslim
Philosophy, yang diterjemahkan dan
disunting oleh M.M Syarif kedalam bahasa Indonesia menjadi Para Filosf Muslim,
Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran
filsafat islam yang berasal dari tokoh-tokoh filosof abad klasik, yaitu
Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Miskawih, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn Tufail,
Ibn Rusyd, dan Nasir Al-Din Al-Tusi. Dari Al-Kindi dijumpai pemikiran filsafat
tentang Tuhan, keterhinggaaan, ruh dan akal.Dari Al-Razi dijumpai pemikiran
filsafat tentang teologi, moral, metode, metafisika, Tuhan, ruh, materi, ruang,
dan waktu.Selanjutnya, dari Al-Farabi dijumpai pemikiran filsafat tentang
logika, kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan, teori tentang akal, teori
tentang kenabian, serta penafsiran atas al-Qu’an.
Selain mengemukakan berbagai pemikiran filosofis sebagaimana
tersebut diatas, Horrassaowitz juga mengemukakan mengenai riwayat hidup serta
karya tulis dari masing-masing tokoh tersebut.
Dengan
demikian jelas terlihat bahwa penelitiannya termasuk penelitian
kualitatif.Sumbernya kajian pustaka.Metodenya deskriptis analitis, sedangkan
pendekatannya historis dan tokoh. Yaitu bahwa apa yang disajikan berdasarkan
data-data yang ditulis terdahulu, sedangkan titik kajian-nya adalah tokoh.
E. Aliran-Aliran
Pemikiran islam
1. ALiran-aliran
Teologi Islam
·
Khawarij
Golongan yang memisahkan diri
kelompok Ali bi Abi Thalib, lebih tepatnya kelompok yang tidak sepakat dengan
tahkim yang diusulkan oleh kelompok Muawiyah. Kelomapok ini dipelopori oleh
Atab bin A’war dan Urwah bin Jarir.
Kelompok ini mempunyai ajaran yang
keras yang menjastifikasi Ali dan Muawiyah sebagai pelaku dosa besar.Sehingga
darahnya halal dan wajib untuk diperangi.Atau dengan sebutan ajaran khawarij
adalah murtakib al-akbar.
·
Murji’ah
Tindakan pengkafiran terhadap Ali
bi Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sofyan, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari yang
dilakukan oleh kalangan Khawarij, mengundang sikap kekhawatiran di tengah umat
Islam. Khususnya para ulama.
Munculnya Murji’ah itu sangat erat
kaitannya dengan khawarij, di mana golongan yang dipimpin oleh Ghilan
al-Dimasyai berusaha bersikap netral.Golongan tidak sepaham dengan khwarij yang
mengkafirkan para sahabat tersebut.
Pokok ajaran dari golongan ini adalah
orang Muslim yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukumi dengan hukuman
dunia, sehingga masuk surga atau neraka tidak bisa ditentukan, karena
diakhiratlah nanti yang menjadi sah.Golongan ini memandang orang yang beriman
tidak merusak iman ketika berbuat maksiat.Sama halnya dengan ketaatan bagi
orang yang kufur.
Iman diartikan sebagai pengetahuan
tentang Allah secara mutlak dan kufur adalah ketidaktahuan tentang Allah secara
mutlak.Oleh karena orang Murji’ah menganggap iman itu tidak bertambah dan tidak
berkurang.
·
Qadariyah
Aliran yang didirikan oleh Ma’bad
al-Juhani berpandangan bahwa manusia diberikan kebebasan dalam menentukan
hidupnya, tanpa ada campur tangan Tuhan.Manusia menentukan segala perbuatan
yang dia inginkan.
·
Jabariyah
Golongan ini sangat berbeda dengan
paham Qahariyah, karena manusia dianggap tidak mempunyai kehendak.Perbuatan
manusia sepenuhnya diatur oleh Tuhan. Golongan yang dibawah oleh Jahm bin
Safwan ini, bahkan menyalahkan Tuhan atas perbuatan dosa manusia. Di mana hal
itu sudah menjadi setingan Tuhan.Manusia tinggal menjalankan scenario yang
telah ada tersebut.
·
Mu’tazilah
Munculnya golongan ini benar-benar
membawa sejarah baru, yang berpegangan kepada konsep rasionalitas.Bahkan
dianggap kedudukan akal sebanding dengan wahyu. Pertama kali diperkenalkan oleh
Washil bin Atha.
Perinsip-perinsip kalam Mu’tazilah
terhimpun dalam apa yang disebut al-ushul al-khamzah atau “pokok-pokok yang
lima” yaitu at-tahid, al-manzilah bainal manzilatain, al-wa’d wal wa’id,
al-adl, al-amar bil ma’ruf wan nahy anil mungkar.
Atau dapat dirincikan seperti :
1) Keesaan
tuhan (al-tauhid )
2) Keadilan
tuhan (al-adl )
3) Janji
dan ancaman (al-wa’d wa al-waid )
4) Posisi
diantara dua tempat ( al-manzilah bain al-manzilatin )
5) Amar
makruf nahi munkar (al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy’an al-munkar)
·
Asy’ariyah
Kelompok asy’ariyah berhasil
mengukuhkan pemahaman mereka melalui pendekatan rasional dan sistematika yang
dilakukan oleh mu’tazilah.Namun faham-faham ini kemudian juga mengkritik
mu’tazilah sendiri.
Dalam hal sifat Tuhan asy’ari
berpendapat bahwa Tuhan mempunya sifat seperti ilm, hayat, sama’, bashith dan
qudrat.Sifat-sifat tersebut bukanlahdzat-Nya.Kalaui itu dzat-Nya berarti
dzat-Nya adalah pengetahuan, dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan.Tuhan
bukanlah ilmu melainkan ‘alim (yang mengetahui).
Tokoh-tokoh aliran asy’ariyah yang
terkemuka setelah Abu Hasan adalah al-Baqillani, al-Juwaeni, dan al-Ghazali.
Tokoh yang disebut terakhir dapat disebut sebagai tokoh yang berpengaruh besar
dalm menybarkan faham asy’ariyah.[5]
·
Metode Ilmu Kalam
Dari uaraian pemikiran kalam di
atas setidaknya kita dapat menunjukkan bahwa pembicaraan kalam itu biasa
menyangkut hal-hal berikut:
1) Konsep
Iman
2) Konsep
keesaan Tuhan
3) Konsep
kehendak Mutlak Tuhan
4) Konsep
Kehendak Bebas Manusia
5) Konsep
Keadilan Tuhan
6) Konsep
Kasb Manusia
7) Konsep
Meliahat Tuhan di Akhirat
8) Konsep
Janji dan Anacaman Tuhan
9) Konsep
Urgensi Wahyu
10) Konsep
Statu al-Qur’an[6]
Persoalan
pertama, apakah konsep iman itu dengan ucapan, perbuatan atau ucapan dan
perbuatan.Jika hanya sekadar ucapan, maka perbuatan tidak penting, karena tidak
mempengaruhi.Sebaliknya dengan perbuatan dan ucapan tidak penting.Akan tetapi
dengan ucapan dan perbuatan, maka ucapan yang harus diikuti oleh
perbuatan.Adapun perihal penelitian terhadap metode kalam seseorang, maka hal
yang pertama harus dilakukan dan paling menentukan adalah sepuluh konsep
tersebut di atas. Yang manakah dianut oleh orang yang akan diteliti.
Abuddin Nata
dalam bukunya “Metode Studi Islam”
membagi metode itu menjadi dua, Penelitian Pemula dan Penelitian
Lanjutan:
·
Penelitian Pemula
Pada tahap ini hanya tataran
membangun ilmu kalam menjadi sebuah disiplin ilmu pengetahuan dengan merujuk
kepada al-Qur’an dan hadits dan berbagai pendapat aliran teologi.
Sebagai contoh yaitu model
al-Ghazali (w.111 M).Imam al-Ghazali yang pernah belajar kepada imam
al-haramain sebagaiamana disebutkan di atas, dan dikenal sebagai Hujjatu lislam
telah pula menulis buku berjudul al-Iqtisad fi al-I’tiqad dan telah diterbitkan
pada tahun 1962 di Mesir. Dalam buku ini di bahas tentang perlunya ilmu sebagai
fardhu kifayah, pembahasan tentang zat Allah, tentang qadimnya alam, tentang
bahwa penciptaan alam tidak memiliki jisim, karena jisim memerlukan pada materi
dan bentuk; dan penetapan tentang kenabian Muhammad SAW.[7]
·
Penelitian lanjutan
Pada tahapan penelitian lanjutan,
akan dideskripsikan adanya ilmu kalam. Dengan rujukan pada penelitian tahapan
pertama.Para peneliti mencoba deskripsi, analisis, klasisifikasi dan
generalisasi.
Sebagai contoh model Abu Zahrah. Abu Zahrah mencoba
melakukan penelitian terhadap berbagai aliran dalam bidang politik dan teologi
yang dituangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah fi
al-Siyasah wal ‘Aqaid.Pernmasalahannya.Teologi yang diangkat dalam
penelitiannya ini sekitar masalah objek-objek yang dijadikan pangkal
pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik yang berdampak pada
masalah teologi. Selanjutnya, dikemukakan pula tentang berabagai aliran mazhab
Syi’ah yang mencapai dua belas golongan, diantaranya Al-Sabaiyah,
Al-Ghurabiyah, golongan yang keluar dari Syi’ah, Al-Kisaniyah, Al-Zaidiyah,
Itsna Asyariyah, Al-Imamiyah, Isma’iliyah. Selanjutnya dikemukakan pula aliran
Khawarij dengan berbagai sektenya yang jumlahnya mencapai enam aliran;
jabariyah dan Qadariyah, Mu’tazilah, dan Asy’ariyah lengkap dengan berbagai
pandangan teologinya
BAB
III
PENUTUP
SIMPULAN
1. Filsafat
Islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan
berubah. Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap Filsafat
Islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting
adalah memahami proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui
kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman.
2. Aliran
utama pemikiran filsafat islam adalah
·
Rasionalisme
·
Empirisme
·
Idealisme
·
Pragmatisme
3. Aliran
dalam Filsafat Islam
·
Filsafat Paripatetik sebuah aliran filsafat yang
dikembangkan oleh al-Farabi dan Ibnu Sina, yang mana pemikirannya masih
terpengaruhi oleh filsafat yunani seperti Aristoteles dan Plato.
·
Filsafat Illminasi aliran filsafat yang dikemabangkan
oleh Suhrawardi yang mempunyai pandangan Allah adalah cahaya segala cahaya (
Nur al-Anwar ) dari Allah lah terciptanya cahaya-cahaya lainnya karena
akibat dari pancarannya.
·
Genosis atau Irfani yang lebih dikenal dengan tasawuf
falsafinya Ibnu ‘Arabi yang memiliki pemikiran tentang wahdat al-wujud atau
kesatuan wujud Alam dengan Tuhan, Alam adalah cerminan dari Tuhan sebagai
simbol keesaannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz Dahlan, Abdul, Pemikiran Falsafi
Dalam Islam penerbit Djambatan Th 2003, Jakarta.
Nasution,Hasyimsyah, Filsafat Islam
Penerbit Gaya Media Pratama Th 1999, Jakarta.
Tafsir. Ahmad. Filsafat Islam. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Lapadi.Saleh. Filsafat Islam.
25-03-2014. Tersedia di :
Saputra.Harja.Aliran Filsafat Islam.
25-03-2014. Tersedia di:
No comments:
Post a Comment